Saturday, September 29, 2012

untitled

"aku datang sebagai teman, musuh terbaikmu, teman dari masa lalu. mari jalan-jalan dan kita rekatkan lagi kenangan yang pernah hilang dari ingatan. akulah sahabat bagi jiwamu, sebegitu juga engkau. kita saling mengisi, bukankah begitu adanya kita?"

saya tak pernah mengenalnya, tapi setiap kali mendengar kisahnya, rasanya betapa bahagianya menjadi dia. padanya saya belajar, seorang sahabat tak pernah mengenal kata aku dan kamu. saat senangku adalah milikmu dan saat susahmu adalah beban yang ingin juga aku pikul. mereka berjalan beriringan, terkadang salah satunya mendahului, tak apa, tak ada yang merasa dikalahkan atau dimenangkan.

sejak kapan kalian terikat sebagai sahabat jiwa? jangan tanya kapan dan dimana itu diproklamasikan. dunia juga tak pernah tahu kapan itu terjadi. ia hanya datang, sesekali diam di pojokan, asik dengan gitar dan kunci-kuncinya, lalu berceloteh jika diminta. dia memberikan bahunya untukku menangis saat dunia terasa begitu kejam, dan tak lupa sebuah pelukan bahagia jika aku sedang senang. kita pernah beda, mengambil jalur sendiri-sendiri, tapi tahu kapan kembali menyatukan yang tak sama itu menjadi sesuatu yang indah.

dia menyediakan mata, telinga dan lidahnya. mata untuk berbagi apa yang disajikan dunia, telinga untuk mendengar segala pemikiranku, dan lidah yang sama ketika kami hanya punya satu mendoan untuk dibagi berdua saat lapar mendera di tengah malam buta.

aku tak pernah membawanya kemanapun aku pergi, bahkan mengenalkannya "ini sahabatku" hanya supaya dunia tahu aku punya teman. karena seorang sahabat lebih mengerti, doa dan salam kebahagiaan dimanapun kita berada adalah mantra magis. biar hati kami yang saling dekat dan saling menguatkan sekalipun aku dan dia jauh.

begitu juga sekarang, saat semuanya tak lagi sama. aku masih di sini, sementara kamu entah berada di alam lain. aku tahu kamu akan sangat merindukanku, begitu juga aku. kapan kita akan kembali sama-sama, mari kita tanya pada Tuhan. karena tanyaku dan jawab yang kau minta, itu hanya soal waktu saja.

tugasmu sudah selesai, sahabat. inilah saatnya tidur abadi bersama mimpi-mimpi yang belum sempat kita abadikan. biarkan aku yang kini mengambil peran itu, meuwujudkan mimpi-mimpimu lewat karya yang akan kita kenang sepanjang masa. rest in peace, brader!

*didedikasikan untuk rekan, teman, sahabat, keluarga, yang sejujurnya belum pernah saya kenal, tapi kisahnya sanggup menginsprasi saya...maturnuwun, so long brader, keep playin gitar in heaven



Tuesday, September 18, 2012

ideal itu...


"jangan cari ideal, karena ia selalu sembunyi dibalik punggung kesempurnaan..."
Ideal, dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sesuai dengan yang dicita-citakan, diangan-angankan atau dikehendaki. Sesuatu itu jelas mendekati sempurna. Namun sempurna yang seperti apa, jika yang sudah dipilih meski terlihat bagus, ternyata memiliki cacat (kekurangan).
Pernah suatu kali saya ditanya seorang teman, "kenapa sih milih rumah yang setiap berangkat pulang beraktivitas selalu harus ketemu macet?". Teman saya itu punya pendapat, harusnya lebih ideal mencari rumah yang tidak membuat kita jadi ribet, mesti bangun lebih pagi, masih harus dibarengi susah menghalau macet untuk sampai ke tempat beraktivitas, belum lagi pulangnya masih disuguhi macet serupa. "akumulasi stres di jalan tiap harinya itu apa ga jadi imbas masalah di rumah?," telisiknya.
Saya jelas kaget dengan pemikirannya, jika bukan karena teman baik, saya ngga bakal bersedia memberikan penjelasan panjang lebar. "Idealnya sih nyari rumah yang mau kemanapun dekat. Saya milih rumah di situ juga awalnya nggak mikir jauh dan macet yang kudu dihadapi tiap harinya. Tapi konsekuensi atas sesuatu yang sudah kita pilih adalah bertanggungjawab atas pilihan tersebut. Risiko jelas ada, tinggal bagaimana kita mensiasatinya, kok. Rumah yang saya pilih pada akhirnya tidak ideal, tapi membuat apa yang sudah dipilih itu nyaman dan aman, itu yang harus dipikirkan solusinya."
Tak perlu disebutkan panjang lebar bagaimana siasat jitunya, sampai sekarang pun kami masih terus belajar, menggali dan mencari solusi terbaik, kami nikmati saja apa yang sudah menjadi pilihan kami. Asal semuanya dibangun di atas kesepakatan bersama, saya pikir tak jadi masalah. Toh, tidak ada yang merasa dikalahkan atau dimenangkan. Sejatinya, kami hanya ingin membangun rumah tangga yang jelas, terarah, terencana di atas sistem yang benar. 
Perkara ideal atau tidak bahkan bisa merambah ke ranah lain, mulai dari pencarian sekolah ideal, menentukan berat tubuh ideal, hingga jumlah anak yang ideal, yang tentu saja di versi saya jelas berbeda di versi orang lain. Sama halnya dalam mencari pasangan hidup, acap kita dihadapkan pada pertanyaan "pasangan yang ideal itu seperti apa sih?"

Ideal sebenarnya tak pernah benar-benar ada. Setiap orang boleh memiliki keinginan, sesuatu yang ideal menurut versinya, tapi ideal yang mereka mau tentu akan bersentuhan dengan beberapa kendala. Kurang ini, kurang itu. Lantas, apakah ini masih bisa disebut ideal?

Ideal selalu mengikuti sempurna. Dan, kebanyakan orang lebih memilih terjebak pada tampilan yang ingin dibentuk "sempurna". Sesuatu tersebut jelas harus bersyarat, "harus begini, harus begitu...tidak boleh begitu, tidak boleh begini". But, nobody is perfect. Bahkan seseorang yang luar biasa pun tak pernah benar-benar luar biasa. Ia tetap pribadi yang biasa saja.

Pilihan baik atau buruk ada di tangan kita. Sama halnya dalam memilih pasangan. Jangan terlalu mudah berkompromi pada penilaian orang dan jangan cepat-cepat pula menurunkan standar. Jangan pula terlalu fokus pada kuantitas kelemahannya, tetapi pertimbangkan juga kualitas kekuatan yang dimilikinya.

Saat menemukan keburukannya, bertanyalah pada diri, "Seberapa buruknyakah dia?. Masihkah saya bisa bertoleransi pada sikap buruknya?. Asal jangan sampai keburukannya itu merusak aspek positif yang dimilikinya. Agar pepatah lama, "Karena nila setitik rusak susu sebelanga", tak pernah terjadi.

Monday, September 17, 2012

life for rent

udara yang aku hirup setiap saat, semesta yang menaungiku adalah hidup gratis yang sesungguhnya. air tumpah melimpah, tumbuhan tumbuh bebas meliar, merimbun. aku seperti dibawa masuk ke supermarket segala ada, segalanya tak perlu beli. aku boleh mengambilnya sesuka hati apa yang ada. Tuhan, si penjaga pun tak berniat menjual apa yang Ia suguhkan. seperti juga pertunjukan pagi yang rela digusur siang dan siang rela digeser malam bukanlah tiket sekali beli, kamu tiap hari menikmatinya, berulang, selama denyut jantung masih setia berdetak.

namun, kata Dido dalam lagunya, hidup itu untuk disewakan (Life For Rent). lalu, apa yang bisa disewakan?, jika itu raga yang dikemas dalam balutan busana, perjanjian sewa menyewa itu mungkin saja hanya menyoal long time atau short time, dan berapa nominal yang bisa diberi untuk raga yang rela disewa. tapi maaf, jiwa dan pemikiranku tak masuk dalam daftar sewa, karena keduanya begitu bebas, tak bisa disentuh, disewa apalagi dibeli. jika pun dikungkung, yang terbayang dunia tak lagi berwarna.
menyewa pemikiranmu sama saja matinya kreativitasku. aku akan sangat egois, karena tidak memberi ruang untuk berkembang, mendengarkan suara dan menemukan pendapat sendiri.
aku juga tak mau terjebak dalam kepalsuan hidup, karena harus hidup pura-pura dalam bayanganmu. dipaksa setuju dengan pemikiranmu, padahal aku tak merasa sejalan dengan pemikiranmu saat itu. bukankah indah jika kita bisa saling mengisi, tanpa harus teriak dalam hati, basi?...percayalah, semesta yang kita jejaki memberi kita ruang untuk saling berbagi dan mengisi.

jika diperbolehkan, aku ingin mengawinkan pemikiran kita tentang banyak hal. tapi tolong, jangan sangkal aku, jangan lemahkan dan tepiskan apa yang sedang ingin aku bagi bersamamu. aku merasa seperti tidak berguna. jiwaku diperbolehkan bebas berkelana, sementara pemikiranku diberangus selamanya di dalam kandang otak. "jangan pernah coba berdebat panjang kalau itu tidak sepaham denganku," katamu suatu waktu.

mungkin benar, seperti kata Dido, hidup cukup untuk disewakan, namun rasakan betapa hidupmu lambat laun hanya serupa imitasi, tak pernah benar-benar asli. R.E.M pun sudah menyadari itu sejak dia menciptakan lagu Imittation of Life. tak peduli kw 1, kw 2, kw 3, super kw, aku hanya mau hidupku orisinil, dan tak sembarangan disewa.