Wednesday, October 31, 2012

doorprize


ingin kaya barangkali mimpi yang sudah biasa, mimpi yang jamak terselip bahkan mungkin tak terbeli di benak orang-orang kebanyakan, yang sederhana atau bosan menjadi miskin. tapi hidup dinaungi hoki alias untung terus adalah sebuah keajaiban. tak perlu kaya, atau pintar, peruntungan itu selalu setia datang mendekat.

seperti halnya peruntungan itu tersembunyi di dalam kotak berisi lembar nomor dikocok acak. tersebutlah itu doorprize. rejekimu ditentukan oleh adukan acak tangan yang tenggelam di dalam ratusan nomor undian itu.  and see, Tuhan cukup meminjam tangan orang lain untuk menyampaikan rejeki tak terduga itu di hadapanmu.
tak ayal, menunggu nomor disebut rasanya seperti perut diaduk-aduk, mules. doa-doa dirapalkan, Tuhan mendadak disebut-sebut dalam batin. dan rasanya bakal luar biasa, seperti dikagetkan di depan pintu dengan suara "dor" yang memekakkan telinga. meski yang kamu dapat pada akhirnya mungkin hanya minyak satu liter, kecap satu botol atau syrup. besar kecilnya doorprize tak lagi jadi masalah, karena sejatinya kamu sudah lebih pandai bersyukur.
untung atau bukan, bukanlah perkara nasib yang sudah digariskan. layaknya misteri, semakin kamu ingin tahu, jawabannya semakin bias, tak jelas. kamu lalu hanya  menebak-nebak, dan menduga-duga, apa ya  rejeki yang akan datang, bagaimana rupa dan wujudnya? tapi mau sampai kapan, jika pantat masih menempel lekat di kursi dan tanganmu masih mengepal. malas. rejekimu hanya akan sampai di titik angan-angan.
ya, saya percaya, rejeki bisa saja datang dari arah yang tak disangka-sangka. dan, sekuat apapun berusaha, jika Tuhan belum berkehendak, rejeki itu tak akan sampai di tangan. namun, bisa jadi  saat  kita berada di titik melepas dengan  ikhlas, rejeki itu malah datang dengan santai menghampiri. maka dari itu, sering-seringlah sibuk berusaha dan rajin curhat agar perhatianNya tertuju padamu. lagipula, Tuhan lebih senang lihat kamu mau sedikit sabar.
seperti dikisahkan dalam film "Emak Ingin Naik Haji". film yang mengingatkan saya betapa sebuah harapan pada akhirnya adalah kenyataan. kita cukup mengalami proses "lakon hidup" itu. tetap sadar bahwa sebagus apapun rencana kita, Tuhan lebih tahu kapan rencanamu akan terwujud.

keinginan emak untuk menunaikan ibadah haji adalah asa. Zen sang putra mencoba mewujudkan asa itu, meski akhirnya terbentur pada kenyataan emak tak bisa berangkat berhaji. "ngga usah dipikir, Zen...emak sudah ikhlas. yang pentingkan hati emak sudah ada di sana" .
dan serupa mendapat doorprize, saat emak sudah melepas apa yang menjadi asanya dengan ikhlas, keinginannya berhaji justru terkabul. datang dari arah yang tak diduga-duga. inilah rejeki yang tak perlu ditolak, karena memang sudah dipersiapkan oleh Ia sesuai dengan kemampuan kita menerimanya.
jadi, apa doorprize terindah yang kamu terima hari ini?

Wednesday, October 24, 2012

ruang tunggu

aku selalu melihat kecemasan itu di matamu, di antara remasan dingin tanganmu sendiri. degub jantungmu kuat mengetuk dada...beg...beg...beg. tiba-tiba yang kamu tahu hanya jalan mondar-mandir...bukan lurus ke depan atau mundur ke belakang.

deret kursi, dan sajian beragam mimik wajah hadir di sana. cukup dua pilihan, kamu tinggal menunggunya. datang atau pergi. dan biarkan takdir bicara dan berkuasa.
ada pertunjukan gerak laku di ruang itu. serupa. nama-nama dirapalkan, mata-mata mencari, tangan-tangan sibuk mengetik pesan, mencari kabar. kaki-kaki menari cemas. dering ponsel sudah seperti lagu wajib putar, suara operator bahkan tak mampu meredamnya.
ajarkan tenang dalam diammu, "ini pura-pura, percayalah. membaca adalah caraku membunuh waktu menunggumu," kataku dalam batin.

antri tertib, seperti kita menggauli akronim First in First Out, siapa yang duluan masuk dia yang dilayani. masalahmu hanya cuma waktu. maukah bersabar? jam rolexmu pun tak akan mampu membeli waktu menunggu.
biar yang datang hadir menggenapi, dan pergi bersama hati, jika diminta. tugasmu, tugas kita cukup menunggu. tapi tak selalu itu. titian asa dan cita yang kamu bangun adalah jembatan. teriring doa, semoga waktu kali ini berpihak pada kita.
ruang itu wadah segala perasaan dinaungi. kamu hanya perlu membeli tiket ikhlas sebelum memasukinya. karena bisa jadi, yang kamu tunggu kedatangannya ternyata malah pergi selama-lamanya.
dan kini, aku, kamu, kita, ada di dalam pusaran ruang tunggu. sudah datang, duduk, dan melakukan banyak hal dan tinggal menunggu untuk dijemput pulang el maut.

Friday, October 19, 2012

hadiah termanis

"yuk...", sebuah pesan singkat 3 huruf tertera di layar ponsel mini. simpel. hal yang disukai mini dari leo. dan 3 huruf itu mampu membuat mini diserang penasaran berkelanjutan, "apa sih maunya?".

ya, ya, leo selalu tahu cuaca langit mini. tapi mini selalu berkelit. baginya, laporan prakiraan cuaca, cuma sekedar ramalan, soal benar atau tidak, lebih baik tanya pada langit dan awan bersangkutan.

"aku cerah, sama sekali tidak berawan. kamu?" sering batin mini meringis karena berbohong. sementara jawaban leo selalu sama, "bersih dan tenang,". mini dan leo pilih kompak menampilkan cerah yang tak sejati. karena langit mendung tak pantas jadi pajangan.

mini bertanya kemana, dan leo tak mempersiapkan apapun untuk pertemuan sembunyi-sembunyi mereka kali ini. leo tak suka terlalu banyak pertanyaan datang dari lingkungan sosialnya tentang, "kenapa harus mini, sih?" sikap dan pembawaan leo disetel sewajar mungkin, "ini kisahku, bukan santapan publik. soal sakit dan senangnya, biar aku yang tanggung."

kemana leo membawanya pergi. mini hanya diam. "jika penculikan ini adalah tiketku untuk lepas bebas menuju duniamu, aku bersedia masuk."

mini dan leo bukan teman yang saling akrab dan dekat. tapi ada sesuatu yang memampukan mereka untuk saling mendengar apa yang tak terbaca telinga, dan mengandalkan mata hati untuk membaca yang tak terbaca di permukaan. segala perasaan yang disembunyikan di sudut labirin hati.

perjalanan itu lalu terhenti di sebuah kedai. leo paham, dunia mini terlalu sederhana, bahkan untuk dimengerti.

mini dan sepi. bukan kafe, dan hingar bingar music bar. "sudah cukup membawamu ke duniaku, dan sekarang biarkan aku melihat duniamu," batin leo.

leo hanya ingin mini tahu, ia tak pernah sekerdil yang dibayangkan mini. tentang label, harga dan kelas sosial yang dipilihnya. "jangan pernah melihatku dari apa yang aku pakai, mini. aku hanya berlaku sepantasnya. pikiranku pun sesederhana kamu. kesenjangan itu memuakkan."

"semua yang melekat akan pergi, jika dimaui, tapi tidak jiwa dan hati." leo menatap mata mini, lekat. berharap mini sadar. ada yang salah terbaca mini tentangnya selama ini.

kini, mini mengerti...

dan, entah harus mulai dari mana leo menjelaskan maksud dari penculikan ini. ada sebuah bingkisan tersembunyi di balik kotak warna hijau pupus yang sudah dibawanya sedari tadi. "ini...hadiah untuk kamu," leo berupaya tetap sadar, agar masih bisa dirasakan kakinya menjejak tanah. memasuki dunia mini.

mini terkejut melihat kotak di depan wajahnya. "kamu sedang melakukan upaya perdamaian, leo?" mini sekenanya menebak-nebak maksud leo.

"aku tak pernah merasa ini akan jadi spesial, dan berharap sesuatu ini akan mencairkan kita, mini," leo tak suka niat baiknya disalahartikan mini sebagai permintaan maaf. tak ada yang perlu dimaafkan. dulu ataupun sekarang. tak mengubah apapun. hatinya tetap memilih mini.

"maaf, leo..." sesal merutuki hati mini. leo terlihat seperti kucing yang minta dipeluk dan dibelai sayang, karena ekornya terinjak kaki mini. 

"leo, aku tahu kamu punya banyak pilihan, tapi, kenapa kotak musik dan earphone?" pertanyaan mini sekali lagi selalu sanggup membuat tenggorokannya tercekat. lidahnya kelu, seperti mati kaku. tak ada jawaban yang dipersiapkan. harapan leo, mini senang, tanpa banyak bertanya kenapa. sekilas diliriknya mini tengah tersenyum menunggu jawaban leo. senyum yang menghantarkan percik-percik listrik di jaringan otak. senyum yang menyakinkan leo, bahwa dunia ini cukup indah tanpa perlu lagi ada surga.

"aku tahu, buku dan musik adalah teman sepimu, selain menulis. semoga kamu suka," sederhana sekali. leo tahu apa yang terbaik untuk mini.

dalam batinnya, leo bicara, "aku mungkin bukan pendengar yang baik untuk segala penat yang menghimpit ruang kepalamu, hingga kamu perlu menulisnya berlembar-lembar di tempat lain, hanya untuk mengatakan kamu tidak setuju dengan pendapatku. kotak musik dan earphone ini mungkin bisa menjadi teman menulismu. mewakili hadirku. meski kita berseberangan, " ditatapnya wajah itu, mencari-cari arti dari senyum yang sekali lagi dipertunjukkan mini. senyuman yang membuat leo berkecukupan.

...

"dan, sudahkan kamu berhenti menemukan yang kamu cari, leo? de ja vu. pertanyaan mini bernada sama milik dara. pertanyaan yang tak pernah menemukan jawabnya. dara yang setia menunggu leo akhirnya memilih pergi membawa lebam memar di hatinya.

leo diam. membekap badai yang memporakporandakan ruang hatinya. nama itu melebur bersama waktu, namun tidak sosok itu. dara bagai hantu. datang dari masa lalu.

hingga akhirnya hanya "hai?". satu kata saja yang memampukan leo untuk bicara. jeda tahunan lebur sudah. dara kembali datang bersama waktu, meminta leo menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang belum sempat dijawab.

lalu, dimanakah hati mini akan tinggal, jika dara datang bertamu ke bilik hati leo?

...

Wednesday, October 17, 2012

rahasia sebuah dunia

mini kembali sendiri, mencari sepi miliknya. kalau kehilangan mini, cari saja dia di kamarnya. ia sedang santai menikmati tenggelam ke dalam buku pemberian mario. buku ber-cover hijau lumut dengan judul "Wayan si Pemahat" karya Riitta Thezar.

cukup dengan kaos longgar dan celana pendek, mini santai berkelung di atas kasur empuknya, dan larut hanyut sampai dini hari.

"ini buku favoritku, mini... tak perlu dikembalikan, ini milikmu," mulut mini terbuka, surprise. terbata mini bertanya, "kenapa harus aku yang kini jadi pemiliknya?," mata mini memancar tanya yang kentara. di bawah remang cahaya lampu yang temaram, wajah mini yang penasaran makin nyata terbaca.

"buku ini salah satu yang menginspirasiku. aku sudah terlalu panjang lebar membuatmu mau mendengar cerita-ceritaku, dan ini adalah perwakilan maaf itu" mario tersenyum. tulus.

"aku senang jadi pendengar. radiomu juga ngga rusak, masih jernih untuk didengar telingaku," mini coba mencairkan suasana kaku itu.

"sebenarnya alasan apa yang membuatmu ingin jadi pemahat?" tanya mini suatu waktu. kericuhan bunyi dentuman house music di sudut ruang kafe itu tak mendistorsi fokus mereka untuk saling mengenal.

jika pria lemah ingin merubah dirinya menjadi kuat, jadilah pemahat. seperti sebuah lelucon, tapi suatu saat itu adalah sebuah kebenaran. "menempa kayu dan batu terus menerus membuat lemahku terusik," mario membuka cerita.

bertahun-tahun mario dicibir, karena dianggap remeh, minor. dan setelah perjalanan panjang melelahkan itu, ia menemukan takdirnya. sebagai pemahat. memampukannya menjadi makhluk yang lebih kuat dari batu, lebih kuat dari hatinya yang lemah lembut sekalipun.

tak ada yang bisa menghalangi hati mini untuk bersuara. serupa kagum.

mario hanya akan sebentar saja di Jakarta, karena beberapa urusan yang mengharuskannya kembali ke galerinya di Bali. "jaga leo untukku," pesan yang membuat mini tercekat. seperti dihimpit di antara dua sisi. mario dan leo.

mini tersenyum. "aku baru mengenal leo sebentar, mario. ada ia dan dunia yang pasti bisa menjaga dirinya dengan baik." mini lalu mendekat ke telinga mario setengah berbisik. "ssst, lagipula kami beda kasta. kita bukan teman yang saling akur."  tawa mereka lantas meledak, ditingkahi ketidakyakinan mini atas perasaannya pada leo yang absurd.

"aku yakin kalian partner sejati. di segala hal" bukan tanpa alasan mario mengatakan itu. ada sebuah rahasia yang dijaganya begitu rapi. agar mini tak mengetahui dan siap mencari takdirnya sendiri.

...

"sejak kapan kamu suka menelusup jadi silent reader, leo?" tergeragap leo, tak disadarinya ada mario di balik punggung ikut-ikutan menatap layar monitor.

ada dunia kecil milik mini di sana yang bisa sepuasnya dibaca. leo perlu berterimakasih pada blog, karena ia tak perlu mengendap-ngendap demi mencuri buku harian mini. puas leo menelanjangi mini lewat tulisan-tulisan di "rumah pribadinya".

"apa pula ini, kupikir dia membicarakan laki-laki simpanan yang suka jadi pendengarnya. eh, coba lihat ternyata ujung-ujungnya dia bicara earphone," leo geleng-geleng. ia baru saja menemukan dunia absurd milik mini. saking absurdnya jadi terlihat sederhana untuk dipahami.

"kenapa pula kamu harus beradu debat dengannya, jika sebenarnya kalian tahu bisa saling mengisi?," ucapan mario seperti sebuah sindiran. tapi ini terasa manis. pengingatan pada diri. "sejauh apapun aku ingin berlari dari mini. sosok itu selalu sanggup mencuri hati. argggh!" leo merutuk.

"hahaha, aku senang membuatnya terengah-engah, karena kehilangan kata-kata, mario," leo berkelit. namun, satu hal yang selalu diinginkan leo setelah debat itu adalah memeluknya. "it's ok, mini. segilanya aku, sekerasnya aku, dan seanehnya kamu, kita akan baik-baik saja." dan leo pintar meredam suara hatinya agar siapapun tak mendengarnya.

"jangan terlalu sering bermain dengan ranjau yang kamu ciptakan sendiri, leo. dia bisa mewujud cintamu yang terpendam, kekasih yang tak bisa kamu miliki, musuh yang tak pernah bisa diampuni," santo mario berpetuah.

dan sebelum akhirnya berlalu, mario kembali menyindir leo dengan sangat manisnya, sekali lagi. "membaca dunianya pun adalah rasa haus yang tak pernah usai buatmu," mario tersenyum. meninggalkan leo yang terpaku. "ya, aku rela terhisap ke dunia mini. oase yang membuat hausku tak pernah usai"

Monday, October 15, 2012

memburu cemburu

tak sulit bagi mini yang aneh, dan tak populer menjadi pusat bagi dunia yang mengitari leo. mini bisa begitu mudah disukai, diminati dan dibicarakan diam-diam oleh mereka yang menyebut dirinya "pujaan".

ajak mini bicara seni, sculpture dan filsafat modern yang sanggup membuatnya tersadar sampai pagi, dan pulang kenyang. entah belajar dari mana, mini tahu bagaimana mengemas sebuah tamparan dan sindiran halus, terlihat begitu manis meski sadis, sarkastis

"tertundanya skripsimu salah satunya juga menyelamatkan bumi dari pemanasan global, roy. tolok ukurnya jelas bukan niat yang selalu tertunda, tapi berapa banyak kertas dari bahan kayu yang terbuang percuma karena setelah tanda titik kamu lupa mau mengetik apa lagi," roy yang disindir malah terkekeh.

"aku rela jadi kacung intelektualmu, selama debat kita soal global warming itu berakhir di ranjangku," meledaklah mini dalam tawa yang berderai-derai. dan roy takjub sendiri dengan pemandangan tawa yang terlepas itu.

seperti ada dua jiwa yang terjebak dalam raganya. kalem berpadu liar. dan tinggal menekan tombol "option", mini mampu menjangkau dunia siapapun. 

mini terlalu asik bertemu banyak rupa, menjajal kemampuan mereka yang hanya sanggup bertahan dengan daya pejal, memampukan sebisa mungkin berkhayal tentang mini. dan mini memilih jadi abdi, melayani mereka dengan senang hati.

dan ibarat segelas susu, empat sehat jadi sempurna, adalah sebuah alasan jelas kenapa selera makan mini semakin menggila akhir-akhir ini. segelas susu itulah mewujud serupa mario. pemahat. kawan akrab leo. pria bali berdarah itali.

inilah kenapa mini menyukai geometri. memandang mario seperti melihat susunan wajah dengan tata letak geometrik yang apik. wajah kotak ditopang rahang  tegas. mata menyalak tajam, dinaungi alis mata hitam legam melengkung. bibirnya penuh. minta dilumat.

leo sudah tahu ini akan terjadi. sejak perkenalan mereka beberapa minggu lalu, keduanya mulai intens saling mencuri perhatian.

"kamu tahu, mario bukan orang yang suka bicara tentang hidupnya, tapi dia mau membagi borok dan kurap hidupnya ke kamu. itu aneh," leo coba mengoreksi sikap mini, tanpa ingin terlihat bahwa sebenarnya ia tengah diserang cemburu.

mini menutup buku, mencodongkan tubuhnya mendekat ke wajah leo. tersenyum. "hm, manis," leo menelan ludah. leo mengingatkan mini pada sosok Neferiti. mata berwarna abu-abu kecoklatan. leher jenjang. sementara gerai rambut coklat itu jatuh sedikit menutup wajah manisnya.

mini menyibak rambutnya. yang terlihat hanya putih dan bersih. tulang pipi mini tergolong bagus untuk tipikal wajah perempuan asia. matanya mengerjap-ngerjap, bersemangat.

jika digambarkan dalam adegan slow motion, leo bakal minta adegan itu diputar ulang.

"aku menyukai belajar pada siapapun, leo. tak terkecuali pada mario, " itulah kenapa mini tak pernah merasa dirinya miskin, dikucilkan. mini siap melebarkan cuping telinganya, melebarkan matanya, membuka pikirannya. agar ia bisa menyerap semuanya dengan baik. "seharusnya kamu tahu, aku suka menyenangkan mereka."

ditatapnya wajah leo, tatapan mini seperti menyapu lembut pipi leo. lalu menyuarakan bisikan mantranya yang samar terbaca telinga, menelusup tanpa permisi ke bilik hati, "teruslah hidup dengan cemburu itu, agar aku tahu kamu menginginkanku, meski itu siksa bagimu, leo."

Saturday, October 13, 2012

cinta leo

jika hening adalah kesempatan kita untuk bercermin, suka atau tidak pada hasilnya, barangkali hal itupula yang sudah dilakukan leo. sejak ia menyadari dirinya dipuja.

leo mencintai dirinya, menjilati kulitnya sendiri bila mau, mengutuki dirinya yang sempurna. dia selalu punya energi untuk mencintai apapun yang berada dekat dengannya. "seberapa banyak kamu memiliki energi untuk memberi cinta pada mereka?," kesempatan mini bertanya adalah tiket masuk kamar leo dan menelanjanginya.

"aku suka membuat mereka senang, sudah seharusnya kan?," enteng leo menjawab, semudah dia mencari dan lalu melepaskan diri dari pengikutnya. cinta sebagai ajang latihan menyelami hati dan proses mengalami, justru tak pernah ada di kamus leo.

leo si pengikut dewa Hermes. sang pengelana. cinta baginya adalah memberi, tanpa berharap menerima. laksana hujan, ikhlas melepas tetesnya ke bumi. dan membiarkan cintanya terserap habis ke dalam tanah. menjadi pembelajaran berharga bagi siapapun yang pernah mengenal seorang leo.

lebah-lebah betina dalam wujud tubuh langsing, dan kaki jenjang yang dielu-elukan sebagai ratu pun tunduk pada pesona leo. mereka mengitari leo, berharap dihisap habis mata tajam leo, sementara leo hanya berdiri santai, seakan tak peduli. mereka lalu boleh menggerutu, mendendam atau lega dan ikhlas melepas kepergian leo kembali mencari mangsa. setidaknya dia sudah menjalankan tugasnya. memberi tempat bersenang-senang.

sebenarnya leo hanya mencoba untuk tetap terlihat tenang, meski jauh di ruang hatinya ada suara yang merutuki, "kamu memang pandai menutupi diri, leo. berbuat seolah semuanya baik-baik saja," kata hati itu kuat menggedor ruang hatinya, minta dilepaskan. pertanyaan mini seperti sebuah prolog, akan ada pertanyaan yang lebih dahsyat, yang efeknya bakal bikin leo pusing.

"only love" milik Kula Shaker, mengalun lembut, mengisi kekosongan udara di kamar mini. kamar yang serupa dirinya, mini, namun menyejukkan. "apa yang sedang dicarinya, jika ia sudah merasa puas memberi cinta?" mini menatap langit-langit kamarnya, mencari bayangan leo di situ.

"arrrgh, kenapa jadi aku yang repot, sih?" mini menutup wajah dengan bantal.

dan pertanyaan itu rupanya tertinggal di kepala hingga mini tertidur. masuk tanpa permisi ke dalam mimpinya. dan kini yang terlihat samar di mimpi nirwananya, leo tengah telanjang. berdiri menghampirinya dan melesakkan ciuman ke bibirnya. kenyal, basah dan terasa manis.

mini sudah lebih dulu ditelanjangi, dalam mimpinya. sementara, dalam tidur leo di ujung sana, ia tersenyum menang.

Friday, October 12, 2012

penyihir mini

mini itu kecil, mini itu simpel. dia tak pernah membuat hidupnya rumit, sampai akhirnya ia bertemu leo.

"untuk orang sesimpel aku berhubungan dengan orang serumit dia, itu sama saja cari masalah," mini menganggap masalah tak perlu dicari karena akan datang sendiri, dan ia sama sekali tak berminat mencari masalah dengan menghadirkan leo di hidupnya.

sampai akhirnya, hari itu datang, kali pertamanya leo menyapanya. mereka satu kelas tapi tak pernah bicara. "aku sama dia itu beda kasta, beda selera," jelas mini tenang. tenang yang selalu memancing iri kawan perempuannya dan meyisakan rasa penasaran sekumpulan lelaki yang memandangnya aneh. termasuk leo.

"hai, mini...," sapa pertama leo diiringi senyum. senyum yang sudah dilatihnya setulus mungkin. demi satu tujuan, pamer pada mini.

bagi seorang populer seperti leo, kata "hai" memang terlalu bagus untuk dibagi, apalagi sebuah senyum. leo sadar, dirinya dipuja dan dikagumi. selayaknya raja. harga dirinya terlalu tinggi untuk meminta. dan memasang pembatas setinggi mungkin di sekelilingnya itu adalah mau leo.

"aku hanya perlu meletakkan ranjau itu tepat di hatinya, menarik pemicunya, lalu pergi" leo jumawa. ia tengah berjudi, menggadaikan perasaannya, hanya untuk mendapatkan simpati mini. leo tak sadar, sebetulnya dia sendiri yang akan meledak. termakan senjatanya sendiri.

"tumben?" belum apa-apa mini sudah siap menutup pintu. mini paling pintar memunculkan wajah manis bin sadis kalau sudah malas ketemu musuh. mini yang tak pernah punya masalah dengan siapapun, dan ia menganggap satu-satunya musuh hanyalah leo.

memori gigantisnya masih terselip sedikit memori usang, yang ingin dilupakan mini, tapi tak juga bisa. tentang sosok populer yang bagi mini selamanya menyebalkan.

"ada waktu?...boleh bicara?," leo merutuki diri. dia cukup bisa pasang basa-basi busuk di depan pemujanya yang berderet menunggu untuk digombali, tapi berhadapan dengan makhluk kecil yang satu ini, leo mati kutu.

"aku lagi sibuk hari ini, nanti aku kabari lagi," jawab mini tanpa perlu pakai lama. "damn!, untuk seorang populer macam dia aku bisa sebegitu ga butuhnya? pertahankan mini!"

mini dikenal macam siluman. datang dan pergi sesuka hati. menyukai hidup di dunianya sendiri. berteman khayal dan imaji yang bertahan bosan di kepalanya. sesekali kalau sedang niat, mini bisa menghabiskan hari-harinya hanya untuk menulis. tentang siapapun, apapun yang bersisian dengan lingkungan hidupnya. bahkan yang berlawanan dengan dirinya sekalipun. termasuk dia. dia yang tak perlu disebutkan namanya, kata kunci mini untuk sosok itu.

baginya, menulis seperti pembebasan, ada perasaan pasrah, setidaknya suara hatinya perlu diberi ruang untuk berteriak. mini mencoba tidak menipu diri dan hidupnya yang sudah terlalu sering dimanipulasi. termasuk mengingkari perasaannya yang satu ini, "semakin aku ingin menipu diriku, ini malah jadi siksa berat."

hingga pada momen singkat itu, terbacalah semua yang tersembunyi. hati tak akan pernah bisa lari saat akan dikebiri.

mata leo tak juga mau lepas, mengamati segala yang melekat pada dia yang kini duduk di hadapannya. si manusia dari negeri antah berantah, yang tak pernah tercantum dalam daftar tamunya. gerak dan lakunya gemulai, nyaris seperti menari. bayangannya mengumpul di pelupuk mata, hingga yang lain tak kebagian untuk dilihat. mini, seperti namanya, kecil dan tak ingin terlihat. tapi semangat dan kemandiriannya begitu kentara terlihat.

mini bisa bicara panjang kali lebar. bahkan kalau bisa dijabarkan dalam bentuk jawaban di atas kertas. mini sudah punya dua halaman sendiri untuk pertanyaan singkat leo yang tak begitu penting sebenarnya untuk dijawab.

dari satu pembicaraan, mini bisa lari ke bahasan lain, tanpa siapapun menyadarinya. ia bisa menjelaskan apapun dengan cara yang indah. mini sudah mirip penyihir, benda mati apapun pasti bisa jadi hidup, karena dia sanggup menghidupkannya. cukup dengan mantra kata-kata.

leo hanya pasrah dibuat terperangah, terengah-engah karena laju langkah mini gesit, macam ngengat. dan waktu menjadi seakan melambat baginya. "belum saatnya memasang jerat, aku sedang menikmatinya dari dekat," batin leo

Monday, October 08, 2012

menikmati 'sederhana'

  iwak pindang, tempe bacem, makan siang, lauknya marem!
mau dibilang pantun ngawur silahkan, mau dibilang pamer status makan siang juga boleh. intinya cuma satu kok, saya bersyukur, apapun itu yang saya makan. bersyukur, masih tersedia makan siang gratis pakek asik, buat saya yang malas keluar gedung kantor hanya untuk cari warung makan. belum lagi dilanjut bingung karena ga tahu harus makan pake apa *pake sendok dong, May*, plus sama siapa. yang satu selera mungkin bisa sama-sama, tapi yang beda selera, ya jangan harap bisa dapet barengan. makan sendirian mana asik.

buat yang suka pilih-pilih menu makan siang, tentu bukan masalah kalo memang ada dukungan dana maksimal, tapi yang hobi ngirit sampe kejepit kayak emak-emak macam saya, ya tentu bakal dua kali mikir buat makan 'mewah'. karena menu makan siang harus mengikuti kondisi dompet. hahaha, jujur banget kan saya. 

tepak makan jelas solusi indah *untuk saya, sih*. tepak makan sukses pula menampilkan tema kebersamaan, dalam situasi apapun. susah, senang, suka, duka. silahkan nikmati yang tersaji di tepakmu hari ini. entah suka atau tidak. ini juga dalam rangka menyelaraskan selera lidah.

untuk urusan perut lapar, buat saya, makan apa saja jadi terasa nikmatnya, selama dibarengi rasa syukur atas berkah nikmatnya makan. Alhamdulillah masih bisa makan teratur, meski lauknya sederhana. saya pernah mendapati kisah mengharukan seorang teman baik. luar biasa. baru kali ini saya melihatnya menangis, padahal dia tipikal pria yang keras. tapi begitu menceritakan seorang ibu tua yang duduk semeja dengannya saat makan soto di sebuah warung, saya turut terharu.

"ibu tua itu hanya memesan semangkok soto, mbak. makan dengan sangat hati-hati, dan menikmati. aku melihat ibu tua itu ingin mengambil tempe. antara ragu dan mau. sementara ia membawa minumnya sendiri, seplastik air. diminum perlahan sambil tangannya gemetar. aku hanya memandang haru. ingin kubelikan minum tapi takut menyinggung perasaannya. es jerukku jelas tampak sangat angkuh bersanding dengan air putihnya"

pada kisah teman saya itu, saya belajar tentang menikmati apa yang ada saja. bahwa cukup sesederhana itu untuk mencari ketenangan hidup. keinginan ibu tua itu sudah cukup. ia sudah tenang, dan bersyukur masih bisa menikmati semangkok soto hangat, meski tanpa lauk dan minuman dingin penyegar tenggorokan. sederhana yang ia pilih sudah membuatnya merasa kaya.

ya, karena mencari "kenyang" ngga akan pernah ada buat yang ngga pernah merasa cukup.

Monday, October 01, 2012

menyentuh langitmu, senja

"kamu tahu, Nja...bahkan tanpa sadar kita telah melewati sebuah masalah dengan sangat cantik, sangat artistik," Dra mengetik pesan. keduanya memilih diam di ruang masing-masing. setelah jeda yang begitu panjang. bukan untuk menghindar tapi mencari dan memilah apa yang salah dan lalu membenarkannya.

Nja membaca pesan Dra, tersenyum, mengingat kembali betapa kuatnya Nja bertahan sampai saat ini, "Dra, aku tahu kamu mengabaikanku. bukan salahmu, jika kamu ingin punya ruang dan suara sendiri saat kita beda. membungkammu memang tak pernah ada gunanya. seharusnya aku sadar lebih dulu saat itu, kamu keras. dan melembutkan jiwamu adalah tugasku, bukan menghantam kepalamu dengan batu."

"masalah apa ya, Dra?" Nja membalas pesan Dra seakan tak tahu menahu. sikap Nja yang selalu membuat Dra gemas..."hm, masih juga bertanya, kamu seperti memaksaku memasang tanda tanya besar di atas kepalaku, Nja. kamu tahu, tapi pura-pura." batin Dra. "hahaha, masalah umum, tak hanya milik kita, kok," Dra lantas membelokkan topik.

"hanya inilah caraku menutupi gusar, marah dan cemburuku agar kamu tak pernah tahu, Dra..." diam milik Nja dan riwil bertanya milik Dra, hanya Nja dan Dra yang mampu mengisinya dengan baik.

sekali lagi Nja benci bertanya lebih dulu, "kapan kita akan bertemu kembali". bagi Nja seharusnya bukan kalimat itu yang muncul..."diam, Nja. lihat seberapa kuat kamu memendam rasa itu padanya," padahal kepalanya sudah penuh sesak, hatinya dipenuhi bilur-bilur kangen. ada banyak kisah yang ingin dibaginya bersama Dra.

"Hmm...sabtu?," terketik pesan di ujung sana dari Dra. "aku menunggu kamu mencariku, tapi aku tak bisa selamanya kejam padamu, Nja. aku lelah diam," batin Dra

"boleh," terbalas pesan untuk Dra seiring senyum simpul terlukis manis di wajah Nja. lega. "tak perlu bertanya, dia ternyata punya kangen yang sama untukku," dan ia merelakan dirinya diculik Dra, dibawa lari dan berharap tak pernah kembali.

keduanya berjalan, beriringan, tak lepas genggam erat jemari mereka melekat. lalu sama-sama menertawai pertemuan rahasia mereka. sepasang manusia ranah bawah yang mencinta. tak peduli dunia tak pernah mau tahu kisah mereka. keduanya juga tidak berniat mempublikasikannya.

jangan pernah kisahkan Romeo Juliet, karena mereka punya kisah sendiri. Nja dan Dra yang segera lupa mereka bukan sepasang kekasih  saat dipertemukan, tapi begitu berjarak, kangen mereka bisa setebal tumpukan buku-buku usang di dalam gudang. yang kembali dibaca saat keduanya dibelenggu kangen.

"just one kiss, Dra dan semuanya kembali indah. mari lupakan kebekuan dalam diam kita. satu ciuman dan aku ingin mencair bersamamu," Nja larut dalam pagut lembut bibir Dra.

"gairah ini sedahsyat gulungan gelombangmu, sedalam laut yang kau tinggali, Dra," Nja mengecup lembut bibir itu, dan berakhir di dagu berbelah milik Dra. sepuasnya Nja melepas kangen itu di sana...di seluruh raga telanjang milik Dra. rasanya masih sama, selalu manis, seperti madu beradu es batu, lalu mencair, dan menyisakan hangat seperti di tengah senja, menembus jantung, menyisakan degup getar di bilik hati Nja.

Dra memeluk tubuh Nja yang telanjang terbungkus selimut. erat. sejenak batas antara laut dan langit terasa saru. melebur mereka jadi satu.

gelombang samudra merengkuh langit senja melukis momen magis nan manis. bersama degub, kecup, desir, dan sentuh yang terbawa, senja pasrah pada kuasa samudra. masih dalam momen intim mereka, Dra hanyut larut dalam khayalnya, "ah, nikmat rasanya menjadi bantal, tempatmu menyandarkan lelah. selalu tanganmu berada di bawah sana, seperti hendak menggapai mimpi dini hari yang berlari dan sembunyi di bawah bantalmu. sesekali, ijinkan aku mencuri mimpi itu, dan mewujudkannya, Nja. boleh ya?" Dra menyamakan nafasnya dengan nafas Nja yang teratur, satu-satu.

"aku benci gulingmu, kau tahu Nja. dia pasti bangga bisa kau peluk erat setiap saat, meski baunya tak sewangi aroma tubuhku," Dra barangkali sudah gila membandingkan dirinya dengan benda-benda mati di sekeliling Nja, sementara dia hidup seperti mati kaku memandang Nja. dekat atau jauh sama saja. tak bisa leluasa menyentuh. seperti juga laut dan langit, hanya bisa saling memandang.

Dra mendekatkan kepalanya, setengah berbisik di telinga Nja,"hanya kapan-kapan seperti ini, milik kita, Nja...maaf". dikecup lembut rambut itu, lalu menyibak helainya yang jatuh di wajah Nja. wajah yang tadi meliar, dan kini setenang laut. begitu lembut. Dra makin erat merapat, mencari hangat, pada tubuh telanjang Nja.

"apa rasanya pula menjadi selimut. sehangat apa dia hingga tubuh polosmu senang tenggelam di dalam sana. hanya samudraku yang luas tempatmu bebas telanjang dan kamu sanggup berenang di kedalamannya, Nja," Dra membebaskan khayalnya berkelana tentang ia yang tak pernah bisa memiliki Nja.

baginya hanya itu yang membuat Dra kuat bertahan, meski terluka. Dra kembali bicara dengan hatinya sendiri, "aku memilikinya hari ini, entah esok. kesempatanku untuk mencintainya, sama besar dengan keikhlasan untuk bisa melepasnya sekarang, entah kapan. maaf, kisah kita memang tak pernah jadi abadi, Nja"

Dra merelakan lengannya direbahi Nja yang masih tertidur. napas Nja berhembus menyentuh kulit pipinya, dekat, begitu hangat. sekuatnya Dra membungkus momen itu, menyimpannya erat di hati, sebelum ia lupa dan berlalu. dihirupnya aroma tubuh Nja yang telanjang, sekali lagi, berkali-kali, "sebebas inilah rasanya terbang di atas hamparan luasnya langitmu, Nja. terimakasih kau mengajakku terbang ke sana."