
pekerjaan saya memang tidaklah mengharuskan saya bekerja mengenakan sepatu dari pagi hingga senja. jadi, sepertinya sah-sah saja bersandal jepit di kantor, tak ada larangan sama sekali, meski sebenarnya itu tak cocok dengan etika berpenampilan di kantor. jelas, sepatu bagi saya pada akhirnya hanya sebagai simbol kerapian semata.
bersandal jepit di kantor, buat saya cuek sajalah, mau dibilang 'ndeso' juga terserah. inilah bentuk pengakuan yang teramat sangat jujur dari saya, sebuah pengakuan dari saya atas ketidakbetahan memakai sepatu berlama-lama. pengakuan atas asal-usul kebudayaan agraris, kebudayaan yang dibawa para petani.
lihat saja, para petani saat beranjak ke ladang atau sawah. hanya beralaskan kaki. pun jika mesti bersandal jepit sudah mereka anggap memakai sepatu. betapa sandal jepit meski sederhana, sudah amat sangat mewah bagi mereka.
sandal jepit mengajarkan pada kita *juga saya*, betapa sandal jepit yang kampungan itu mampu 'menaklukkan' kemewahan gedung-gedung modern, tempat para pekerja-pekerja kantoran itu menuai kesuksesan. pun, sandal jepit menunjukkan kejujuran pada sejarah, bahwa masa lalu tidak bisa dibunuh, apalagi diingkari.