Monday, June 15, 2015

Angelina Sayang, Angeline Malang

Angelina Jordan
tubuh kecilnya dibalut dress putih, sepasang mata sayu miliknya cemerlang memancar haru. rambutnya digerai, sedikit berantakan. bahkan bernyanyi tanpa alas kaki, ia hadir menjadi dirinya yang tak biasa. lalu dengan menjentikkan tangan mungilnya, gadis kecil itu meminta band pengiring memainkan musik. 

Gloomy Sunday terdengar begitu naif saat dinyanyikannya - tapi, jika boleh ikut mengapresiasi, gadis itu berhasil  melampaui Billie Holiday, pendahulunya. Angelina, nama gadis itu - mungkin saja tak pernah membayangkan akan seterkenal sekarang karena sanggup mencuri perhatian juri.

gadis kecil Norwegia itu selayaknya kanak-kanak yang polos. mungkin seperti juga Kinar, putriku, yang gemar merajuk dan pernah marah karena mainannya direbut paksa. ya, karena kepolosan kanak-kanak adalah barisan wajah-wajah yang sanggup membuat kita menaruh haru. membelai nurani kita untuk mengasihi. tapi kadang memang tak selalu begitu.

ada mereka di luar sana, menyebut dirinya sebagai manusia tapi sifat ke-manusia-annya mengalami krisis akut. ada mereka yang dekat memberi hangat tapi tajam mengintai. merenggut paksa kepolosan itu. bahwa yang polos cenderung lemah lalu lebih mudah dibinasakan.

kali ini pusat itu tertuju pada  Angeline. miris, yang kita dapat di negeri sendiri. kepergian Angeline yang terlalu cepat amat disayangkan. ia dielukan, dikasihani justru karena jasadnya telah ditemukan.
bukan kesengajaan, Angelina dan Angelina punya nama yang hampir mirip, usia yang sebaya dan sosok yang sekilas mirip. meski nasib dan takdir tak membawa mereka pada jalan yang sama.

Angeline

Angelina dilimpahi hidup yang begitu mudah terbalik menyenangkan. tapi tidak pada Angeline.
dilahirkan dalam kondisi ayah ibu yang papa, Angeline menjalani takdirnya. begitu ironis, rasa percaya dan harapan yang ditanamnya, dimatikan begitu saja oleh orang-orang terdekat - keluarga yang pernah mengangkatnya dari jurang kemiskinan.

Angelina dan Angeline ibarat dua sisi mata uang. keduanya tak pernah ingin memilih akan jadi seperti apa.  Angeline pergi karena hidupnya suram, dan Angelina menyanyikan kepahitan itu untuknya.

Angelina selayaknya kanak yang dihujani dukungan orang tua, dilimpahi kasih sayang berwujud hati lembut yang dirajut bersama doa di setiap langkahnya. sayang, semua itu hanya sebatas harapan yang terkubur bersama mimpi abadi Angeline.

Angeline telah tiada. dan simpati menderas dari segala arah. masyarakat berduka tapi ujungnya lalu sibuk menyalahkan pihak lain adalah menggelikan. ya pantas, karena memang selalu mudah memberi cap buruk pada orang lain.

tapi, sebenarnya sudahkah kita belajar dari kisah pilu Angeline. jujur, mungkin saja kita pernah tidak sengaja melontarkan intimidasi verbal dan mental pada buah hati sendiri. tapi terlambat kita sadari, kita sudah menciptakan generasi rapuh dan gloomy.

lantas, masihkah akan ada Angeline lain di luar sana yang terancam di lingkungan terdekatnya sendiri? semoga jangan.


No comments:

Post a Comment