Monday, November 26, 2012

dilema "konco wingking"

pagi itu berbeda dari pagi-pagi lalu. pekerja-pekerja pabrik kebanyakan wanita dan perempuan muda memenuhi angkot yang membawaku ke tujuan, tempat beraktivitas. berwajah layu, tubuh lesu, kesuh, mereka pulang selepas piket malam, sementara, berkebalikan denganku yang tampil segar dan wangi, diantar pagi siap menghadapi hari.
duduk bersama mereka di angkot yang sama, aku hanyut dalam curhat-curhat mereka tentang keseharian. cerita dan keluh kesah mereka mengalir bagai air, ditimpali deru mesin angkot yang bising, penghiburanku pagi itu. ironis, baru saja kudengar kabar protes serikat buruh terkait kenaikan UMR memenuhi headline berita televisi, sajian sarapan pagiku ditemani nasi goreng.

"habis ini mau ke pasar dulu, beli sarapan, pulangnya langsung tidur sebentar. jam sepuluh aku harus antar anak ke sekolah," beberapa kalimat yang terlontar di bibir mereka, lebih mirip seperti sebuah rutinitas keseharian. mungkin berat dan bosan dijalani, tapi harus.

merekalah yang bertahan menatap masa depan membawa semangat emansipasi Kartini. tuntutan ekonomi yang kian tinggi, aktualisasi diri, hingga membantu suami, adalah realita,  perjuangan tiada akhir. "saya pengen mandiri, ga tergantung sama suami dan keluarga. itulah kenapa saya rela bekerja di jam yang tidak ideal seperti ini," ujar Susiana, salah satu teman kerja, saat cakap-cakap santai dengannya beberapa hari lalu.

piket malam sebelumnya pernah dijalani Susi. dan bekerja di ruang redaksi - sebuah atmosfer pekerjaan yang tak pernah mengenal waktu, menjadi hal yang tak lagi mengagetkan baginya. Susi tak sendiri. ada aku, kamu, kita. tersebutlah kami yang ingin berdikari, mandiri secara ekonomi dan memilih bekerja di jam dan hari yang tak ideal. bekerja di hari libur, belum lagi jika panggilan tugas mendadak di tengah malam.

sementara, jiwa sudah menggedor-gedor diijinkan untuk tetap tinggal demi mengurus rumah, anak serta suami, namun apa daya kontribusi ditunggu di ladang tempat bekerja. berat memang menjadi mereka yang ingin tetap bekerja meski dirinya harus menerima dan menjalani takdirnya, sebagai istri, dan ibu bagi anak-anaknya.

"saya harus merelakan anak-anak tak mendapat pelukan saya saat tengah malam, menemani mereka mengerjakan PR atau sekedar bermain dengan mereka. saya benar-benar merasa jadi ibu yang jahat, tapi saya harus menjalani ini. bekerja melawan kantuk yang berat, di udara malam yang dingin demi masa depan mereka. juga membantu suami mengepulkan asap dapur kami," ungkap Ella, tetangga seberang perumahan, yang seorang bidan di sebuah rumah sakit bersalin di kota Semarang.

I love everything about my job, except being away from the kids. ungkap Dave Grohl - frontman Foo Fighters. bahkan, seorang ayah benci jika ia jauh dari anak-anaknya. terlebih ibu, yang menanti hadirnya sang buah hati ke dunia lalu harus ikhlas melepas kembali bekerja sementara air susunya belum kering. lantas ia terkaget-kaget sendiri saat si anak mulai berjalan, bicara dan protes keras saat mamanya tak bisa hadir menemaninya bermain karena harus bekerja di hari libur.

bekerja adalah passion, sesuatu yang menyenangkan. sebuah aktualisasi diri. namun saat dibenturkan dengan norma yang memagari dan takdir yang harus dijalani, kebencian akan diri sendiri karena tidak bisa sepenuhnya bisa hadir untuk keluarga, terlebih untuk anak adalah siksaan.

menjadi ibu dan istri adalah kodrat dan takdir wanita. sementara menjadi pekerja adalah pilihan mereka selanjutnya. "jalani jika memang masih ingin, meski itu berarti sepaket dengan risiko dan konsekuensi yang harus kamu terima," pesan mama padaku.

lantas, berapa yang harus diganti untuk membayar yang telah hilang bersama waktu dan pengabdian pada dunia yang telah memberi banyak kesempatan untuk belajar dan bekerja di luar sana?
"bangun lebih pagi, memasak untuk keluarga, menyuapi dan memandikan si kecil, merapikan rumah lalu mengantar si sulung berangkat ke sekolah, dilanjut sore menemani si sulung mengerjakan PR, menyetrika di malam hari dan menidurkan si kecil..." hanya sebagian kecil saja dari yang bisa kulakukan untuk mengganti hadirku saat mereka membutuhkan aku. namun jauh di dasar hati, aku ada untuk mereka.  "suatu saat nanti, nak...ada banyak hari untuk kita bersama..." bisikku.
ya, pada akhirnya memang tak pernah ada yang sempurna, sebuah pilihan indahpun mendatangkan konsekuensinya. seorang perempuan hanya menjalankan kodratnya sebagaimana titah alam. terlahir ke dunia, menjelma menjadi wanita dewasa, menikah lalu memiliki anak. bekerja sebagai keinginannya agar ia tak selamanya menjadi "konco wingking" suami adalah cita-cita dan pilihan.


Thursday, November 22, 2012

dunia Hazza

melepasnya adalah pelajaran terberat...
engkau yang kusebut anak, bukanlah milik siapa-siapa...tumbuhlah, rengkuhlah dunia, semestamu, karena di sanalah jiwamu sesungguhnya hidup, karena aku hanya orangtua, penyambung dari nafas hidupmu. kelak kamu bebas, dan mengisi jiwa dengan udara yang kau hirup sendiri
sebuah de ja vu. perasaan yang sama, berat melepasnya ketika aku harus kembali bekerja, waktu itu ia baru 3 bulan mengenal dunianya. dan kini, setelah waktu berjalan dan ia ingin melihat dunianya di luar sana, sekolah formal yang dijalaninya jadi mimpi buruk untukku.
ia mungkin nyaman dalam pelukanku, tapi tidak jiwanya. ia hanya anak laki-laki, yang ingin menemukan dunianya di luar rumah. dulu, aku merawat, menjaga dan melindunginya dari segala serangan "virus" buruk yang akan menginvasi jiwa dan tubuhnya. namun kini, semesta di sekelilingnyalah "ibu sejatinya", yang akan mengajarkannya hidup dan bertahan.
ciuman lembut di punggung tanganku adalah awal dari ikhlasku melepasnya pergi. ia bukan milikku, ia milik sang pemilik kehidupan. dialah anak panah yang tengah melesat hendak menemukan titik bidikan. tujuan hidupnya. "sekolah yang pintar ya, mas...jangan nakal, nanti pulang dijemput uti...". kukecup rambutnya. ia mengangguk tersenyum.
pesan sama, berulang dan semoga ia tak pernah bosan dengan pesan-pesan sederhana yang selalu kami bisikkan di telinganya. ia duduk manis di kursinya, menyimak pelajaran dari gurunya, meski sesekali kulihat matanya lari kemana-mana. tak menyimak, dan malah aku yang terlihat cemas karena ia tak menyelesaikan tugas menggambarnya."seharusnya mama tak perlu secemas ini, karena aku hanya butuh dipercaya bahwa aku bisa dan mampu..." tatapnya penuh arti.
seperti Hazza, nama tengahnya, yang berarti singa, ia sesekali keras, memberontak. meski ia bisa cukup diam tenang, selama milik dan kekuasaannya tidak diganggu. sometimes, ia terlalu lembut, hingga julukan "Janaka" dari guru-gurunya, menjadi bukti ia tak pernah ingin dikenal nakal di kelasnya... "aku nakalnya di rumah saja, ma," katanya beralasan.

ia, tetaplah anak laki-lakiku, yang lahir dari rahimku. ia belajar meniru, mengucap, dan bersikap, sama seperti aku mencontohkan padanya. tapi ia akan pergi, dan dunia di luar sana adalah pilihannya untuk melihat hal-hal lain yang ingin dia pelajari.
ya, meski dunia di luar sana kejam...aku yang memborder kuat agar ia tak tersentuh hal-hal buruk di luar sana, pada akhirnya tak akan pernah berdaya, jika ia ingin mencicip rasanya bertumbuh, berkembang. semestalah yang akan mengajarkanmu bertahan, membuatmu jatuh, hancur, dan melangkah, nak. mama percaya, kamu bisa menaklukkan dunia di luar sana, karena kamu Hazza.

Monday, November 12, 2012

"quotation"

apa quotation (kutipan) favoritmu? yang ditanya malah tak tahu harus mengisi apa. semua kutipan dari tokoh, artis, dan seniman yang pernah dibacanya bagus, menginspirasi, sarat makna dan spirit.
"semua bagus, dan milik orang-orang terkenal, tapi bolehkah jika aku mengambil kutipan dari kisah perjalananku sendiri?," kataku suatu waktu.
"tak pernah ada orang yang benar-benar luar biasa, karena sejatinya siapapun terlahir sebagai manusia biasa". menjadi terkenal hanyalah sebagian dari bonus hidup yang diterima.
pasalnya, tak pernah ada yang bisa menebak perjalanan hidupnya sendiri, cenayang sekalipun. kelahiran, rejeki, jodoh dan kematian. segalanya rahasia sang pemilik rahasia hidup yang tak pernah bisa terbaca. bahkan mendiang mama Lauren, sang pembaca masa depan, tak mampu membaca kematiannya sendiri.

seperti juga Kurt Cobain yang mungkin tak pernah membayangkan bakal menjadi ikon musik grunge yang fenomenal. muda berkarya, meski harus berakhir menyerah dijerat narkoba. Kurt selayaknya gambaran peribahasa "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama"

benar adanya ungkapan. your word is a sword. ucapanmu bagai pedang. bisa menusukmu kapan saja, dan, your word is a world, ucapanmu bisa jadi gambaran dunia pemikiranmu.  kamu hanya tinggal menentukan, mau dicaci atau menjadi sang inspirasi atas ucapan dan ungkapanmu sendiri.
seperti juga orang kebanyakan, Kurt is just an ordinary man. ia pernah buruk, dibenci, merasa dikucilkan. satu yang membuatnya hebat dan dikenang karena Kurt mampu menampilkan dirinya sendiri. Kurt jumawa berkata, "I'd rather be hated for who I am, than loved for who I am not."
siapa sangka, kepergian Kurt meninggalkan jejak bermakna, membekas di hati pencintanya. dari pemikirannya terlahir karya, sebentuk kalimat-kalimat sederhana. mirip serangan virus, menularkan inspirasi dan semangat bagi siapapun yang membaca dan menghayati ucapannya.

setidaknya Kurt tak mati sia-sia. ia membuktikan, menjadi diri sendiri adalah memiliki rasa nyaman, tanpa perlu susah payah menukarnya dengan pura-pura menjadi orang lain.

dan, tak perlu terkenal dan spesial untuk bisa menginspirasi banyak orang. jawaban atas pertanyaan "what's on your mind?" dan kicau merdu ala Twitter di lingkup sosial media adalah cikap bakal sumbang pemikiranmu. segalanya yang bisa menggambarkan dirimu seutuhnya.
sejatinya tak perlu kalimat indah untuk sebuah kutipan milikmu. ia, buah dari pemikiranmu sendiri. ucapan, ungkapan yang bisa muncul kapan saja, di mana saja. hadir bersama pengalaman hidup yang kamu alami. menjadi pembelajaran untukmu, dan mungkin saja berguna bagi orang lain. menginspirasi.

Saturday, November 03, 2012

Seni Lukis Bak Truk, Antara Sindiran dan Teguran


"Putus cinta sudah biasa, putus rokok merana, putus rem...matilah kita"

Tulisan ini sudah mirip rambu-rambu berjalan, mengingatkan kita untuk selalu hati-hati berkendara. Inilah seni yang ingin dipertunjukkan pelukis bak truk, sebuah perwujudan ekspresi diri secara bebas di ruang publik. Di jalanan.

Ya, ekspresi diri tak hanya terbatas dituangkan ke dalam bentuk karya musik, tulisan atau lukisan di media kanvas. Di tembok, dan di belakang bak truk pun seni lukis itu terlihat.
Budaya masyarakat pedesaan yang tinggal di kota dan menghadapi problematika kehidupan kota yang kejam ditengarai sebagai penyebab munculnya peradaban seni urban.
Seni itu melebur, menjelma ke dalam wujud street art (murral, grafitti) di sudut-sudut kota. Dan, satu yang menarik adalah seni lukis yang kerap terlihat di bagian belakang bak truk, di sepanjang jalan Pantura.

Seperti kita tahu, lukisan di belakang bak truk sedikit banyak dipengaruhi sikap dan gaya hidup para sopir dan kernet truk yang terbiasa menjalani hari-harinya di jalanan. 

Potret kehidupan itu digambarkan mereka begitu jujur. Bahwa kehidupan mereka keras, hanya berbekal pendidikan rendah, pasrah terhimpit beban ekonomi, dan perempuan sebagai objek seksual adalah makanan sehari-hari.

Lukisan di bak truk sejatinya menampilkan pula tema keseharian masyarakat perkotaan dalam menghadapi permasalahan hidup, pun memuat isu-isu seputar ekonomi, budaya, sosial dan politik.

Photo by archav.blogspot.com

Salah satunya tema poligami yang masih jadi topik menyenangkan untuk dibahas. Jamak, mencerca keputusan memadu namun bersedia melakoni diam-diam. Pun, mengulik kehidupan janda yang masih dipersepsikan negatif oleh masyarakat.
Pesan disampaikan dengan kalimat bernada lucu, santai, menggelitik namun langsung tepat sasaran. Tanpa tedeng aling-aling. Tak jarang, pelukis bak truk menyelipkan pula filosofi dan motivasi diri. "ada uang abang disayang, tak ada uang abang kena tendang", atau "roda macet ora ngliwet" .
Siapapun yang membaca boleh tersenyum, tersinggung dalam hati karena tersindir, atau tertawa lepas dan cukup menjadikan pesan berjalan itu sebagai pengingatan ke diri sendiri.

Perempuan dalam Lukisan Bak Truk

Lukisan bak truk tak bisa dilepaskan begitu saja dengan sosok perempuan. Di saat wanita Indonesia di jaman ini tengah memperjuangkan emansipasi, lukisan bak truk justru menjadikan perempuan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki.

Bahkan, tak jarang lukisan bak truk menampilkan wanita yang terbagi dalam kasta. Wanita "baik-baik" dan wanita penggoda. Wanita penggoda di sini diklasifikasikan ke dalam dua kategori, janda dan Pekerja Seks Komersil (PSK).
Perilaku seks bebas tak dipungkiri kerap terjadi di kalangan supir truk. Kehidupan jalanan yang keras, jauh dari istri, sementara keinginan seksual yang begitu besar membuat mereka kerap melakukan rendezvous dengan Pekerja Seks Komersil (PSK) yang mereka jumpai di warung remang-remang di sepanjang jalan yang dilewati.
Tak perlu bingung, toh ada ruang sempit di belakang kemudi, atau di dalam bak truk - tempat yang bagi mereka adalah surga sesaat melepas hasrat untuk mendapat nikmat. Perilaku inilah yang lalu mereka ekspresikan ke dalam bentuk lukisan perempuan seksi.

Wujud sosok wanita setengah telanjang dengan pose menantang, serta pesan bertuliskan huruf kapital  di atasnya "Kutunggu jandamu" dalam seni lukis bak truk inipula yang secara tidak langsung sebenarnya telah menghakimi wanita berstatus istri orang lain, yang gemar menggoda pria, sebagai wanita yang perlu diwaspadai. Hanya pantas menjadi sekedar keset. Cukup ditinggalkan di luar, karena kotor yang terbawa dari luar tak boleh di bawa masuk ke dalam rumah.

Ya, wanita "tidak baik-baik" memang tak selalu mendapat tempat di hati masyarakat, bahkan sosoknya harus puas, cukup jadi pajangan di belakang bak truk. Imbas dari stigma yang telanjur melekat di benak masyarakat. Menjadi sebuah pemakluman dan pembenaran saat dituangkan dalam bentuk seni yang bisa dinikmati siapapun. Dari kelas kasta tertinggi hingga terendah sekalipun.
Inilah seni, bisa begitu kejam. Mengingat apresiasi masyarakat terhadap sebuah karya tak bisa diganggu gugat. Penikmat seni sah-sah saja menjadi bagian dari tim juri. Mengkritisi, bahkan menyetujui apa yang telah mewujud menjadi karya. Pun, jika seni itu serupa lukisan di bak truk.

Wednesday, October 31, 2012

doorprize


ingin kaya barangkali mimpi yang sudah biasa, mimpi yang jamak terselip bahkan mungkin tak terbeli di benak orang-orang kebanyakan, yang sederhana atau bosan menjadi miskin. tapi hidup dinaungi hoki alias untung terus adalah sebuah keajaiban. tak perlu kaya, atau pintar, peruntungan itu selalu setia datang mendekat.

seperti halnya peruntungan itu tersembunyi di dalam kotak berisi lembar nomor dikocok acak. tersebutlah itu doorprize. rejekimu ditentukan oleh adukan acak tangan yang tenggelam di dalam ratusan nomor undian itu.  and see, Tuhan cukup meminjam tangan orang lain untuk menyampaikan rejeki tak terduga itu di hadapanmu.
tak ayal, menunggu nomor disebut rasanya seperti perut diaduk-aduk, mules. doa-doa dirapalkan, Tuhan mendadak disebut-sebut dalam batin. dan rasanya bakal luar biasa, seperti dikagetkan di depan pintu dengan suara "dor" yang memekakkan telinga. meski yang kamu dapat pada akhirnya mungkin hanya minyak satu liter, kecap satu botol atau syrup. besar kecilnya doorprize tak lagi jadi masalah, karena sejatinya kamu sudah lebih pandai bersyukur.
untung atau bukan, bukanlah perkara nasib yang sudah digariskan. layaknya misteri, semakin kamu ingin tahu, jawabannya semakin bias, tak jelas. kamu lalu hanya  menebak-nebak, dan menduga-duga, apa ya  rejeki yang akan datang, bagaimana rupa dan wujudnya? tapi mau sampai kapan, jika pantat masih menempel lekat di kursi dan tanganmu masih mengepal. malas. rejekimu hanya akan sampai di titik angan-angan.
ya, saya percaya, rejeki bisa saja datang dari arah yang tak disangka-sangka. dan, sekuat apapun berusaha, jika Tuhan belum berkehendak, rejeki itu tak akan sampai di tangan. namun, bisa jadi  saat  kita berada di titik melepas dengan  ikhlas, rejeki itu malah datang dengan santai menghampiri. maka dari itu, sering-seringlah sibuk berusaha dan rajin curhat agar perhatianNya tertuju padamu. lagipula, Tuhan lebih senang lihat kamu mau sedikit sabar.
seperti dikisahkan dalam film "Emak Ingin Naik Haji". film yang mengingatkan saya betapa sebuah harapan pada akhirnya adalah kenyataan. kita cukup mengalami proses "lakon hidup" itu. tetap sadar bahwa sebagus apapun rencana kita, Tuhan lebih tahu kapan rencanamu akan terwujud.

keinginan emak untuk menunaikan ibadah haji adalah asa. Zen sang putra mencoba mewujudkan asa itu, meski akhirnya terbentur pada kenyataan emak tak bisa berangkat berhaji. "ngga usah dipikir, Zen...emak sudah ikhlas. yang pentingkan hati emak sudah ada di sana" .
dan serupa mendapat doorprize, saat emak sudah melepas apa yang menjadi asanya dengan ikhlas, keinginannya berhaji justru terkabul. datang dari arah yang tak diduga-duga. inilah rejeki yang tak perlu ditolak, karena memang sudah dipersiapkan oleh Ia sesuai dengan kemampuan kita menerimanya.
jadi, apa doorprize terindah yang kamu terima hari ini?

Wednesday, October 24, 2012

ruang tunggu

aku selalu melihat kecemasan itu di matamu, di antara remasan dingin tanganmu sendiri. degub jantungmu kuat mengetuk dada...beg...beg...beg. tiba-tiba yang kamu tahu hanya jalan mondar-mandir...bukan lurus ke depan atau mundur ke belakang.

deret kursi, dan sajian beragam mimik wajah hadir di sana. cukup dua pilihan, kamu tinggal menunggunya. datang atau pergi. dan biarkan takdir bicara dan berkuasa.
ada pertunjukan gerak laku di ruang itu. serupa. nama-nama dirapalkan, mata-mata mencari, tangan-tangan sibuk mengetik pesan, mencari kabar. kaki-kaki menari cemas. dering ponsel sudah seperti lagu wajib putar, suara operator bahkan tak mampu meredamnya.
ajarkan tenang dalam diammu, "ini pura-pura, percayalah. membaca adalah caraku membunuh waktu menunggumu," kataku dalam batin.

antri tertib, seperti kita menggauli akronim First in First Out, siapa yang duluan masuk dia yang dilayani. masalahmu hanya cuma waktu. maukah bersabar? jam rolexmu pun tak akan mampu membeli waktu menunggu.
biar yang datang hadir menggenapi, dan pergi bersama hati, jika diminta. tugasmu, tugas kita cukup menunggu. tapi tak selalu itu. titian asa dan cita yang kamu bangun adalah jembatan. teriring doa, semoga waktu kali ini berpihak pada kita.
ruang itu wadah segala perasaan dinaungi. kamu hanya perlu membeli tiket ikhlas sebelum memasukinya. karena bisa jadi, yang kamu tunggu kedatangannya ternyata malah pergi selama-lamanya.
dan kini, aku, kamu, kita, ada di dalam pusaran ruang tunggu. sudah datang, duduk, dan melakukan banyak hal dan tinggal menunggu untuk dijemput pulang el maut.

Friday, October 19, 2012

hadiah termanis

"yuk...", sebuah pesan singkat 3 huruf tertera di layar ponsel mini. simpel. hal yang disukai mini dari leo. dan 3 huruf itu mampu membuat mini diserang penasaran berkelanjutan, "apa sih maunya?".

ya, ya, leo selalu tahu cuaca langit mini. tapi mini selalu berkelit. baginya, laporan prakiraan cuaca, cuma sekedar ramalan, soal benar atau tidak, lebih baik tanya pada langit dan awan bersangkutan.

"aku cerah, sama sekali tidak berawan. kamu?" sering batin mini meringis karena berbohong. sementara jawaban leo selalu sama, "bersih dan tenang,". mini dan leo pilih kompak menampilkan cerah yang tak sejati. karena langit mendung tak pantas jadi pajangan.

mini bertanya kemana, dan leo tak mempersiapkan apapun untuk pertemuan sembunyi-sembunyi mereka kali ini. leo tak suka terlalu banyak pertanyaan datang dari lingkungan sosialnya tentang, "kenapa harus mini, sih?" sikap dan pembawaan leo disetel sewajar mungkin, "ini kisahku, bukan santapan publik. soal sakit dan senangnya, biar aku yang tanggung."

kemana leo membawanya pergi. mini hanya diam. "jika penculikan ini adalah tiketku untuk lepas bebas menuju duniamu, aku bersedia masuk."

mini dan leo bukan teman yang saling akrab dan dekat. tapi ada sesuatu yang memampukan mereka untuk saling mendengar apa yang tak terbaca telinga, dan mengandalkan mata hati untuk membaca yang tak terbaca di permukaan. segala perasaan yang disembunyikan di sudut labirin hati.

perjalanan itu lalu terhenti di sebuah kedai. leo paham, dunia mini terlalu sederhana, bahkan untuk dimengerti.

mini dan sepi. bukan kafe, dan hingar bingar music bar. "sudah cukup membawamu ke duniaku, dan sekarang biarkan aku melihat duniamu," batin leo.

leo hanya ingin mini tahu, ia tak pernah sekerdil yang dibayangkan mini. tentang label, harga dan kelas sosial yang dipilihnya. "jangan pernah melihatku dari apa yang aku pakai, mini. aku hanya berlaku sepantasnya. pikiranku pun sesederhana kamu. kesenjangan itu memuakkan."

"semua yang melekat akan pergi, jika dimaui, tapi tidak jiwa dan hati." leo menatap mata mini, lekat. berharap mini sadar. ada yang salah terbaca mini tentangnya selama ini.

kini, mini mengerti...

dan, entah harus mulai dari mana leo menjelaskan maksud dari penculikan ini. ada sebuah bingkisan tersembunyi di balik kotak warna hijau pupus yang sudah dibawanya sedari tadi. "ini...hadiah untuk kamu," leo berupaya tetap sadar, agar masih bisa dirasakan kakinya menjejak tanah. memasuki dunia mini.

mini terkejut melihat kotak di depan wajahnya. "kamu sedang melakukan upaya perdamaian, leo?" mini sekenanya menebak-nebak maksud leo.

"aku tak pernah merasa ini akan jadi spesial, dan berharap sesuatu ini akan mencairkan kita, mini," leo tak suka niat baiknya disalahartikan mini sebagai permintaan maaf. tak ada yang perlu dimaafkan. dulu ataupun sekarang. tak mengubah apapun. hatinya tetap memilih mini.

"maaf, leo..." sesal merutuki hati mini. leo terlihat seperti kucing yang minta dipeluk dan dibelai sayang, karena ekornya terinjak kaki mini. 

"leo, aku tahu kamu punya banyak pilihan, tapi, kenapa kotak musik dan earphone?" pertanyaan mini sekali lagi selalu sanggup membuat tenggorokannya tercekat. lidahnya kelu, seperti mati kaku. tak ada jawaban yang dipersiapkan. harapan leo, mini senang, tanpa banyak bertanya kenapa. sekilas diliriknya mini tengah tersenyum menunggu jawaban leo. senyum yang menghantarkan percik-percik listrik di jaringan otak. senyum yang menyakinkan leo, bahwa dunia ini cukup indah tanpa perlu lagi ada surga.

"aku tahu, buku dan musik adalah teman sepimu, selain menulis. semoga kamu suka," sederhana sekali. leo tahu apa yang terbaik untuk mini.

dalam batinnya, leo bicara, "aku mungkin bukan pendengar yang baik untuk segala penat yang menghimpit ruang kepalamu, hingga kamu perlu menulisnya berlembar-lembar di tempat lain, hanya untuk mengatakan kamu tidak setuju dengan pendapatku. kotak musik dan earphone ini mungkin bisa menjadi teman menulismu. mewakili hadirku. meski kita berseberangan, " ditatapnya wajah itu, mencari-cari arti dari senyum yang sekali lagi dipertunjukkan mini. senyuman yang membuat leo berkecukupan.

...

"dan, sudahkan kamu berhenti menemukan yang kamu cari, leo? de ja vu. pertanyaan mini bernada sama milik dara. pertanyaan yang tak pernah menemukan jawabnya. dara yang setia menunggu leo akhirnya memilih pergi membawa lebam memar di hatinya.

leo diam. membekap badai yang memporakporandakan ruang hatinya. nama itu melebur bersama waktu, namun tidak sosok itu. dara bagai hantu. datang dari masa lalu.

hingga akhirnya hanya "hai?". satu kata saja yang memampukan leo untuk bicara. jeda tahunan lebur sudah. dara kembali datang bersama waktu, meminta leo menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang belum sempat dijawab.

lalu, dimanakah hati mini akan tinggal, jika dara datang bertamu ke bilik hati leo?

...

Wednesday, October 17, 2012

rahasia sebuah dunia

mini kembali sendiri, mencari sepi miliknya. kalau kehilangan mini, cari saja dia di kamarnya. ia sedang santai menikmati tenggelam ke dalam buku pemberian mario. buku ber-cover hijau lumut dengan judul "Wayan si Pemahat" karya Riitta Thezar.

cukup dengan kaos longgar dan celana pendek, mini santai berkelung di atas kasur empuknya, dan larut hanyut sampai dini hari.

"ini buku favoritku, mini... tak perlu dikembalikan, ini milikmu," mulut mini terbuka, surprise. terbata mini bertanya, "kenapa harus aku yang kini jadi pemiliknya?," mata mini memancar tanya yang kentara. di bawah remang cahaya lampu yang temaram, wajah mini yang penasaran makin nyata terbaca.

"buku ini salah satu yang menginspirasiku. aku sudah terlalu panjang lebar membuatmu mau mendengar cerita-ceritaku, dan ini adalah perwakilan maaf itu" mario tersenyum. tulus.

"aku senang jadi pendengar. radiomu juga ngga rusak, masih jernih untuk didengar telingaku," mini coba mencairkan suasana kaku itu.

"sebenarnya alasan apa yang membuatmu ingin jadi pemahat?" tanya mini suatu waktu. kericuhan bunyi dentuman house music di sudut ruang kafe itu tak mendistorsi fokus mereka untuk saling mengenal.

jika pria lemah ingin merubah dirinya menjadi kuat, jadilah pemahat. seperti sebuah lelucon, tapi suatu saat itu adalah sebuah kebenaran. "menempa kayu dan batu terus menerus membuat lemahku terusik," mario membuka cerita.

bertahun-tahun mario dicibir, karena dianggap remeh, minor. dan setelah perjalanan panjang melelahkan itu, ia menemukan takdirnya. sebagai pemahat. memampukannya menjadi makhluk yang lebih kuat dari batu, lebih kuat dari hatinya yang lemah lembut sekalipun.

tak ada yang bisa menghalangi hati mini untuk bersuara. serupa kagum.

mario hanya akan sebentar saja di Jakarta, karena beberapa urusan yang mengharuskannya kembali ke galerinya di Bali. "jaga leo untukku," pesan yang membuat mini tercekat. seperti dihimpit di antara dua sisi. mario dan leo.

mini tersenyum. "aku baru mengenal leo sebentar, mario. ada ia dan dunia yang pasti bisa menjaga dirinya dengan baik." mini lalu mendekat ke telinga mario setengah berbisik. "ssst, lagipula kami beda kasta. kita bukan teman yang saling akur."  tawa mereka lantas meledak, ditingkahi ketidakyakinan mini atas perasaannya pada leo yang absurd.

"aku yakin kalian partner sejati. di segala hal" bukan tanpa alasan mario mengatakan itu. ada sebuah rahasia yang dijaganya begitu rapi. agar mini tak mengetahui dan siap mencari takdirnya sendiri.

...

"sejak kapan kamu suka menelusup jadi silent reader, leo?" tergeragap leo, tak disadarinya ada mario di balik punggung ikut-ikutan menatap layar monitor.

ada dunia kecil milik mini di sana yang bisa sepuasnya dibaca. leo perlu berterimakasih pada blog, karena ia tak perlu mengendap-ngendap demi mencuri buku harian mini. puas leo menelanjangi mini lewat tulisan-tulisan di "rumah pribadinya".

"apa pula ini, kupikir dia membicarakan laki-laki simpanan yang suka jadi pendengarnya. eh, coba lihat ternyata ujung-ujungnya dia bicara earphone," leo geleng-geleng. ia baru saja menemukan dunia absurd milik mini. saking absurdnya jadi terlihat sederhana untuk dipahami.

"kenapa pula kamu harus beradu debat dengannya, jika sebenarnya kalian tahu bisa saling mengisi?," ucapan mario seperti sebuah sindiran. tapi ini terasa manis. pengingatan pada diri. "sejauh apapun aku ingin berlari dari mini. sosok itu selalu sanggup mencuri hati. argggh!" leo merutuk.

"hahaha, aku senang membuatnya terengah-engah, karena kehilangan kata-kata, mario," leo berkelit. namun, satu hal yang selalu diinginkan leo setelah debat itu adalah memeluknya. "it's ok, mini. segilanya aku, sekerasnya aku, dan seanehnya kamu, kita akan baik-baik saja." dan leo pintar meredam suara hatinya agar siapapun tak mendengarnya.

"jangan terlalu sering bermain dengan ranjau yang kamu ciptakan sendiri, leo. dia bisa mewujud cintamu yang terpendam, kekasih yang tak bisa kamu miliki, musuh yang tak pernah bisa diampuni," santo mario berpetuah.

dan sebelum akhirnya berlalu, mario kembali menyindir leo dengan sangat manisnya, sekali lagi. "membaca dunianya pun adalah rasa haus yang tak pernah usai buatmu," mario tersenyum. meninggalkan leo yang terpaku. "ya, aku rela terhisap ke dunia mini. oase yang membuat hausku tak pernah usai"

Monday, October 15, 2012

memburu cemburu

tak sulit bagi mini yang aneh, dan tak populer menjadi pusat bagi dunia yang mengitari leo. mini bisa begitu mudah disukai, diminati dan dibicarakan diam-diam oleh mereka yang menyebut dirinya "pujaan".

ajak mini bicara seni, sculpture dan filsafat modern yang sanggup membuatnya tersadar sampai pagi, dan pulang kenyang. entah belajar dari mana, mini tahu bagaimana mengemas sebuah tamparan dan sindiran halus, terlihat begitu manis meski sadis, sarkastis

"tertundanya skripsimu salah satunya juga menyelamatkan bumi dari pemanasan global, roy. tolok ukurnya jelas bukan niat yang selalu tertunda, tapi berapa banyak kertas dari bahan kayu yang terbuang percuma karena setelah tanda titik kamu lupa mau mengetik apa lagi," roy yang disindir malah terkekeh.

"aku rela jadi kacung intelektualmu, selama debat kita soal global warming itu berakhir di ranjangku," meledaklah mini dalam tawa yang berderai-derai. dan roy takjub sendiri dengan pemandangan tawa yang terlepas itu.

seperti ada dua jiwa yang terjebak dalam raganya. kalem berpadu liar. dan tinggal menekan tombol "option", mini mampu menjangkau dunia siapapun. 

mini terlalu asik bertemu banyak rupa, menjajal kemampuan mereka yang hanya sanggup bertahan dengan daya pejal, memampukan sebisa mungkin berkhayal tentang mini. dan mini memilih jadi abdi, melayani mereka dengan senang hati.

dan ibarat segelas susu, empat sehat jadi sempurna, adalah sebuah alasan jelas kenapa selera makan mini semakin menggila akhir-akhir ini. segelas susu itulah mewujud serupa mario. pemahat. kawan akrab leo. pria bali berdarah itali.

inilah kenapa mini menyukai geometri. memandang mario seperti melihat susunan wajah dengan tata letak geometrik yang apik. wajah kotak ditopang rahang  tegas. mata menyalak tajam, dinaungi alis mata hitam legam melengkung. bibirnya penuh. minta dilumat.

leo sudah tahu ini akan terjadi. sejak perkenalan mereka beberapa minggu lalu, keduanya mulai intens saling mencuri perhatian.

"kamu tahu, mario bukan orang yang suka bicara tentang hidupnya, tapi dia mau membagi borok dan kurap hidupnya ke kamu. itu aneh," leo coba mengoreksi sikap mini, tanpa ingin terlihat bahwa sebenarnya ia tengah diserang cemburu.

mini menutup buku, mencodongkan tubuhnya mendekat ke wajah leo. tersenyum. "hm, manis," leo menelan ludah. leo mengingatkan mini pada sosok Neferiti. mata berwarna abu-abu kecoklatan. leher jenjang. sementara gerai rambut coklat itu jatuh sedikit menutup wajah manisnya.

mini menyibak rambutnya. yang terlihat hanya putih dan bersih. tulang pipi mini tergolong bagus untuk tipikal wajah perempuan asia. matanya mengerjap-ngerjap, bersemangat.

jika digambarkan dalam adegan slow motion, leo bakal minta adegan itu diputar ulang.

"aku menyukai belajar pada siapapun, leo. tak terkecuali pada mario, " itulah kenapa mini tak pernah merasa dirinya miskin, dikucilkan. mini siap melebarkan cuping telinganya, melebarkan matanya, membuka pikirannya. agar ia bisa menyerap semuanya dengan baik. "seharusnya kamu tahu, aku suka menyenangkan mereka."

ditatapnya wajah leo, tatapan mini seperti menyapu lembut pipi leo. lalu menyuarakan bisikan mantranya yang samar terbaca telinga, menelusup tanpa permisi ke bilik hati, "teruslah hidup dengan cemburu itu, agar aku tahu kamu menginginkanku, meski itu siksa bagimu, leo."

Saturday, October 13, 2012

cinta leo

jika hening adalah kesempatan kita untuk bercermin, suka atau tidak pada hasilnya, barangkali hal itupula yang sudah dilakukan leo. sejak ia menyadari dirinya dipuja.

leo mencintai dirinya, menjilati kulitnya sendiri bila mau, mengutuki dirinya yang sempurna. dia selalu punya energi untuk mencintai apapun yang berada dekat dengannya. "seberapa banyak kamu memiliki energi untuk memberi cinta pada mereka?," kesempatan mini bertanya adalah tiket masuk kamar leo dan menelanjanginya.

"aku suka membuat mereka senang, sudah seharusnya kan?," enteng leo menjawab, semudah dia mencari dan lalu melepaskan diri dari pengikutnya. cinta sebagai ajang latihan menyelami hati dan proses mengalami, justru tak pernah ada di kamus leo.

leo si pengikut dewa Hermes. sang pengelana. cinta baginya adalah memberi, tanpa berharap menerima. laksana hujan, ikhlas melepas tetesnya ke bumi. dan membiarkan cintanya terserap habis ke dalam tanah. menjadi pembelajaran berharga bagi siapapun yang pernah mengenal seorang leo.

lebah-lebah betina dalam wujud tubuh langsing, dan kaki jenjang yang dielu-elukan sebagai ratu pun tunduk pada pesona leo. mereka mengitari leo, berharap dihisap habis mata tajam leo, sementara leo hanya berdiri santai, seakan tak peduli. mereka lalu boleh menggerutu, mendendam atau lega dan ikhlas melepas kepergian leo kembali mencari mangsa. setidaknya dia sudah menjalankan tugasnya. memberi tempat bersenang-senang.

sebenarnya leo hanya mencoba untuk tetap terlihat tenang, meski jauh di ruang hatinya ada suara yang merutuki, "kamu memang pandai menutupi diri, leo. berbuat seolah semuanya baik-baik saja," kata hati itu kuat menggedor ruang hatinya, minta dilepaskan. pertanyaan mini seperti sebuah prolog, akan ada pertanyaan yang lebih dahsyat, yang efeknya bakal bikin leo pusing.

"only love" milik Kula Shaker, mengalun lembut, mengisi kekosongan udara di kamar mini. kamar yang serupa dirinya, mini, namun menyejukkan. "apa yang sedang dicarinya, jika ia sudah merasa puas memberi cinta?" mini menatap langit-langit kamarnya, mencari bayangan leo di situ.

"arrrgh, kenapa jadi aku yang repot, sih?" mini menutup wajah dengan bantal.

dan pertanyaan itu rupanya tertinggal di kepala hingga mini tertidur. masuk tanpa permisi ke dalam mimpinya. dan kini yang terlihat samar di mimpi nirwananya, leo tengah telanjang. berdiri menghampirinya dan melesakkan ciuman ke bibirnya. kenyal, basah dan terasa manis.

mini sudah lebih dulu ditelanjangi, dalam mimpinya. sementara, dalam tidur leo di ujung sana, ia tersenyum menang.

Friday, October 12, 2012

penyihir mini

mini itu kecil, mini itu simpel. dia tak pernah membuat hidupnya rumit, sampai akhirnya ia bertemu leo.

"untuk orang sesimpel aku berhubungan dengan orang serumit dia, itu sama saja cari masalah," mini menganggap masalah tak perlu dicari karena akan datang sendiri, dan ia sama sekali tak berminat mencari masalah dengan menghadirkan leo di hidupnya.

sampai akhirnya, hari itu datang, kali pertamanya leo menyapanya. mereka satu kelas tapi tak pernah bicara. "aku sama dia itu beda kasta, beda selera," jelas mini tenang. tenang yang selalu memancing iri kawan perempuannya dan meyisakan rasa penasaran sekumpulan lelaki yang memandangnya aneh. termasuk leo.

"hai, mini...," sapa pertama leo diiringi senyum. senyum yang sudah dilatihnya setulus mungkin. demi satu tujuan, pamer pada mini.

bagi seorang populer seperti leo, kata "hai" memang terlalu bagus untuk dibagi, apalagi sebuah senyum. leo sadar, dirinya dipuja dan dikagumi. selayaknya raja. harga dirinya terlalu tinggi untuk meminta. dan memasang pembatas setinggi mungkin di sekelilingnya itu adalah mau leo.

"aku hanya perlu meletakkan ranjau itu tepat di hatinya, menarik pemicunya, lalu pergi" leo jumawa. ia tengah berjudi, menggadaikan perasaannya, hanya untuk mendapatkan simpati mini. leo tak sadar, sebetulnya dia sendiri yang akan meledak. termakan senjatanya sendiri.

"tumben?" belum apa-apa mini sudah siap menutup pintu. mini paling pintar memunculkan wajah manis bin sadis kalau sudah malas ketemu musuh. mini yang tak pernah punya masalah dengan siapapun, dan ia menganggap satu-satunya musuh hanyalah leo.

memori gigantisnya masih terselip sedikit memori usang, yang ingin dilupakan mini, tapi tak juga bisa. tentang sosok populer yang bagi mini selamanya menyebalkan.

"ada waktu?...boleh bicara?," leo merutuki diri. dia cukup bisa pasang basa-basi busuk di depan pemujanya yang berderet menunggu untuk digombali, tapi berhadapan dengan makhluk kecil yang satu ini, leo mati kutu.

"aku lagi sibuk hari ini, nanti aku kabari lagi," jawab mini tanpa perlu pakai lama. "damn!, untuk seorang populer macam dia aku bisa sebegitu ga butuhnya? pertahankan mini!"

mini dikenal macam siluman. datang dan pergi sesuka hati. menyukai hidup di dunianya sendiri. berteman khayal dan imaji yang bertahan bosan di kepalanya. sesekali kalau sedang niat, mini bisa menghabiskan hari-harinya hanya untuk menulis. tentang siapapun, apapun yang bersisian dengan lingkungan hidupnya. bahkan yang berlawanan dengan dirinya sekalipun. termasuk dia. dia yang tak perlu disebutkan namanya, kata kunci mini untuk sosok itu.

baginya, menulis seperti pembebasan, ada perasaan pasrah, setidaknya suara hatinya perlu diberi ruang untuk berteriak. mini mencoba tidak menipu diri dan hidupnya yang sudah terlalu sering dimanipulasi. termasuk mengingkari perasaannya yang satu ini, "semakin aku ingin menipu diriku, ini malah jadi siksa berat."

hingga pada momen singkat itu, terbacalah semua yang tersembunyi. hati tak akan pernah bisa lari saat akan dikebiri.

mata leo tak juga mau lepas, mengamati segala yang melekat pada dia yang kini duduk di hadapannya. si manusia dari negeri antah berantah, yang tak pernah tercantum dalam daftar tamunya. gerak dan lakunya gemulai, nyaris seperti menari. bayangannya mengumpul di pelupuk mata, hingga yang lain tak kebagian untuk dilihat. mini, seperti namanya, kecil dan tak ingin terlihat. tapi semangat dan kemandiriannya begitu kentara terlihat.

mini bisa bicara panjang kali lebar. bahkan kalau bisa dijabarkan dalam bentuk jawaban di atas kertas. mini sudah punya dua halaman sendiri untuk pertanyaan singkat leo yang tak begitu penting sebenarnya untuk dijawab.

dari satu pembicaraan, mini bisa lari ke bahasan lain, tanpa siapapun menyadarinya. ia bisa menjelaskan apapun dengan cara yang indah. mini sudah mirip penyihir, benda mati apapun pasti bisa jadi hidup, karena dia sanggup menghidupkannya. cukup dengan mantra kata-kata.

leo hanya pasrah dibuat terperangah, terengah-engah karena laju langkah mini gesit, macam ngengat. dan waktu menjadi seakan melambat baginya. "belum saatnya memasang jerat, aku sedang menikmatinya dari dekat," batin leo

Monday, October 08, 2012

menikmati 'sederhana'

  iwak pindang, tempe bacem, makan siang, lauknya marem!
mau dibilang pantun ngawur silahkan, mau dibilang pamer status makan siang juga boleh. intinya cuma satu kok, saya bersyukur, apapun itu yang saya makan. bersyukur, masih tersedia makan siang gratis pakek asik, buat saya yang malas keluar gedung kantor hanya untuk cari warung makan. belum lagi dilanjut bingung karena ga tahu harus makan pake apa *pake sendok dong, May*, plus sama siapa. yang satu selera mungkin bisa sama-sama, tapi yang beda selera, ya jangan harap bisa dapet barengan. makan sendirian mana asik.

buat yang suka pilih-pilih menu makan siang, tentu bukan masalah kalo memang ada dukungan dana maksimal, tapi yang hobi ngirit sampe kejepit kayak emak-emak macam saya, ya tentu bakal dua kali mikir buat makan 'mewah'. karena menu makan siang harus mengikuti kondisi dompet. hahaha, jujur banget kan saya. 

tepak makan jelas solusi indah *untuk saya, sih*. tepak makan sukses pula menampilkan tema kebersamaan, dalam situasi apapun. susah, senang, suka, duka. silahkan nikmati yang tersaji di tepakmu hari ini. entah suka atau tidak. ini juga dalam rangka menyelaraskan selera lidah.

untuk urusan perut lapar, buat saya, makan apa saja jadi terasa nikmatnya, selama dibarengi rasa syukur atas berkah nikmatnya makan. Alhamdulillah masih bisa makan teratur, meski lauknya sederhana. saya pernah mendapati kisah mengharukan seorang teman baik. luar biasa. baru kali ini saya melihatnya menangis, padahal dia tipikal pria yang keras. tapi begitu menceritakan seorang ibu tua yang duduk semeja dengannya saat makan soto di sebuah warung, saya turut terharu.

"ibu tua itu hanya memesan semangkok soto, mbak. makan dengan sangat hati-hati, dan menikmati. aku melihat ibu tua itu ingin mengambil tempe. antara ragu dan mau. sementara ia membawa minumnya sendiri, seplastik air. diminum perlahan sambil tangannya gemetar. aku hanya memandang haru. ingin kubelikan minum tapi takut menyinggung perasaannya. es jerukku jelas tampak sangat angkuh bersanding dengan air putihnya"

pada kisah teman saya itu, saya belajar tentang menikmati apa yang ada saja. bahwa cukup sesederhana itu untuk mencari ketenangan hidup. keinginan ibu tua itu sudah cukup. ia sudah tenang, dan bersyukur masih bisa menikmati semangkok soto hangat, meski tanpa lauk dan minuman dingin penyegar tenggorokan. sederhana yang ia pilih sudah membuatnya merasa kaya.

ya, karena mencari "kenyang" ngga akan pernah ada buat yang ngga pernah merasa cukup.

Monday, October 01, 2012

menyentuh langitmu, senja

"kamu tahu, Nja...bahkan tanpa sadar kita telah melewati sebuah masalah dengan sangat cantik, sangat artistik," Dra mengetik pesan. keduanya memilih diam di ruang masing-masing. setelah jeda yang begitu panjang. bukan untuk menghindar tapi mencari dan memilah apa yang salah dan lalu membenarkannya.

Nja membaca pesan Dra, tersenyum, mengingat kembali betapa kuatnya Nja bertahan sampai saat ini, "Dra, aku tahu kamu mengabaikanku. bukan salahmu, jika kamu ingin punya ruang dan suara sendiri saat kita beda. membungkammu memang tak pernah ada gunanya. seharusnya aku sadar lebih dulu saat itu, kamu keras. dan melembutkan jiwamu adalah tugasku, bukan menghantam kepalamu dengan batu."

"masalah apa ya, Dra?" Nja membalas pesan Dra seakan tak tahu menahu. sikap Nja yang selalu membuat Dra gemas..."hm, masih juga bertanya, kamu seperti memaksaku memasang tanda tanya besar di atas kepalaku, Nja. kamu tahu, tapi pura-pura." batin Dra. "hahaha, masalah umum, tak hanya milik kita, kok," Dra lantas membelokkan topik.

"hanya inilah caraku menutupi gusar, marah dan cemburuku agar kamu tak pernah tahu, Dra..." diam milik Nja dan riwil bertanya milik Dra, hanya Nja dan Dra yang mampu mengisinya dengan baik.

sekali lagi Nja benci bertanya lebih dulu, "kapan kita akan bertemu kembali". bagi Nja seharusnya bukan kalimat itu yang muncul..."diam, Nja. lihat seberapa kuat kamu memendam rasa itu padanya," padahal kepalanya sudah penuh sesak, hatinya dipenuhi bilur-bilur kangen. ada banyak kisah yang ingin dibaginya bersama Dra.

"Hmm...sabtu?," terketik pesan di ujung sana dari Dra. "aku menunggu kamu mencariku, tapi aku tak bisa selamanya kejam padamu, Nja. aku lelah diam," batin Dra

"boleh," terbalas pesan untuk Dra seiring senyum simpul terlukis manis di wajah Nja. lega. "tak perlu bertanya, dia ternyata punya kangen yang sama untukku," dan ia merelakan dirinya diculik Dra, dibawa lari dan berharap tak pernah kembali.

keduanya berjalan, beriringan, tak lepas genggam erat jemari mereka melekat. lalu sama-sama menertawai pertemuan rahasia mereka. sepasang manusia ranah bawah yang mencinta. tak peduli dunia tak pernah mau tahu kisah mereka. keduanya juga tidak berniat mempublikasikannya.

jangan pernah kisahkan Romeo Juliet, karena mereka punya kisah sendiri. Nja dan Dra yang segera lupa mereka bukan sepasang kekasih  saat dipertemukan, tapi begitu berjarak, kangen mereka bisa setebal tumpukan buku-buku usang di dalam gudang. yang kembali dibaca saat keduanya dibelenggu kangen.

"just one kiss, Dra dan semuanya kembali indah. mari lupakan kebekuan dalam diam kita. satu ciuman dan aku ingin mencair bersamamu," Nja larut dalam pagut lembut bibir Dra.

"gairah ini sedahsyat gulungan gelombangmu, sedalam laut yang kau tinggali, Dra," Nja mengecup lembut bibir itu, dan berakhir di dagu berbelah milik Dra. sepuasnya Nja melepas kangen itu di sana...di seluruh raga telanjang milik Dra. rasanya masih sama, selalu manis, seperti madu beradu es batu, lalu mencair, dan menyisakan hangat seperti di tengah senja, menembus jantung, menyisakan degup getar di bilik hati Nja.

Dra memeluk tubuh Nja yang telanjang terbungkus selimut. erat. sejenak batas antara laut dan langit terasa saru. melebur mereka jadi satu.

gelombang samudra merengkuh langit senja melukis momen magis nan manis. bersama degub, kecup, desir, dan sentuh yang terbawa, senja pasrah pada kuasa samudra. masih dalam momen intim mereka, Dra hanyut larut dalam khayalnya, "ah, nikmat rasanya menjadi bantal, tempatmu menyandarkan lelah. selalu tanganmu berada di bawah sana, seperti hendak menggapai mimpi dini hari yang berlari dan sembunyi di bawah bantalmu. sesekali, ijinkan aku mencuri mimpi itu, dan mewujudkannya, Nja. boleh ya?" Dra menyamakan nafasnya dengan nafas Nja yang teratur, satu-satu.

"aku benci gulingmu, kau tahu Nja. dia pasti bangga bisa kau peluk erat setiap saat, meski baunya tak sewangi aroma tubuhku," Dra barangkali sudah gila membandingkan dirinya dengan benda-benda mati di sekeliling Nja, sementara dia hidup seperti mati kaku memandang Nja. dekat atau jauh sama saja. tak bisa leluasa menyentuh. seperti juga laut dan langit, hanya bisa saling memandang.

Dra mendekatkan kepalanya, setengah berbisik di telinga Nja,"hanya kapan-kapan seperti ini, milik kita, Nja...maaf". dikecup lembut rambut itu, lalu menyibak helainya yang jatuh di wajah Nja. wajah yang tadi meliar, dan kini setenang laut. begitu lembut. Dra makin erat merapat, mencari hangat, pada tubuh telanjang Nja.

"apa rasanya pula menjadi selimut. sehangat apa dia hingga tubuh polosmu senang tenggelam di dalam sana. hanya samudraku yang luas tempatmu bebas telanjang dan kamu sanggup berenang di kedalamannya, Nja," Dra membebaskan khayalnya berkelana tentang ia yang tak pernah bisa memiliki Nja.

baginya hanya itu yang membuat Dra kuat bertahan, meski terluka. Dra kembali bicara dengan hatinya sendiri, "aku memilikinya hari ini, entah esok. kesempatanku untuk mencintainya, sama besar dengan keikhlasan untuk bisa melepasnya sekarang, entah kapan. maaf, kisah kita memang tak pernah jadi abadi, Nja"

Dra merelakan lengannya direbahi Nja yang masih tertidur. napas Nja berhembus menyentuh kulit pipinya, dekat, begitu hangat. sekuatnya Dra membungkus momen itu, menyimpannya erat di hati, sebelum ia lupa dan berlalu. dihirupnya aroma tubuh Nja yang telanjang, sekali lagi, berkali-kali, "sebebas inilah rasanya terbang di atas hamparan luasnya langitmu, Nja. terimakasih kau mengajakku terbang ke sana."

Saturday, September 29, 2012

untitled

"aku datang sebagai teman, musuh terbaikmu, teman dari masa lalu. mari jalan-jalan dan kita rekatkan lagi kenangan yang pernah hilang dari ingatan. akulah sahabat bagi jiwamu, sebegitu juga engkau. kita saling mengisi, bukankah begitu adanya kita?"

saya tak pernah mengenalnya, tapi setiap kali mendengar kisahnya, rasanya betapa bahagianya menjadi dia. padanya saya belajar, seorang sahabat tak pernah mengenal kata aku dan kamu. saat senangku adalah milikmu dan saat susahmu adalah beban yang ingin juga aku pikul. mereka berjalan beriringan, terkadang salah satunya mendahului, tak apa, tak ada yang merasa dikalahkan atau dimenangkan.

sejak kapan kalian terikat sebagai sahabat jiwa? jangan tanya kapan dan dimana itu diproklamasikan. dunia juga tak pernah tahu kapan itu terjadi. ia hanya datang, sesekali diam di pojokan, asik dengan gitar dan kunci-kuncinya, lalu berceloteh jika diminta. dia memberikan bahunya untukku menangis saat dunia terasa begitu kejam, dan tak lupa sebuah pelukan bahagia jika aku sedang senang. kita pernah beda, mengambil jalur sendiri-sendiri, tapi tahu kapan kembali menyatukan yang tak sama itu menjadi sesuatu yang indah.

dia menyediakan mata, telinga dan lidahnya. mata untuk berbagi apa yang disajikan dunia, telinga untuk mendengar segala pemikiranku, dan lidah yang sama ketika kami hanya punya satu mendoan untuk dibagi berdua saat lapar mendera di tengah malam buta.

aku tak pernah membawanya kemanapun aku pergi, bahkan mengenalkannya "ini sahabatku" hanya supaya dunia tahu aku punya teman. karena seorang sahabat lebih mengerti, doa dan salam kebahagiaan dimanapun kita berada adalah mantra magis. biar hati kami yang saling dekat dan saling menguatkan sekalipun aku dan dia jauh.

begitu juga sekarang, saat semuanya tak lagi sama. aku masih di sini, sementara kamu entah berada di alam lain. aku tahu kamu akan sangat merindukanku, begitu juga aku. kapan kita akan kembali sama-sama, mari kita tanya pada Tuhan. karena tanyaku dan jawab yang kau minta, itu hanya soal waktu saja.

tugasmu sudah selesai, sahabat. inilah saatnya tidur abadi bersama mimpi-mimpi yang belum sempat kita abadikan. biarkan aku yang kini mengambil peran itu, meuwujudkan mimpi-mimpimu lewat karya yang akan kita kenang sepanjang masa. rest in peace, brader!

*didedikasikan untuk rekan, teman, sahabat, keluarga, yang sejujurnya belum pernah saya kenal, tapi kisahnya sanggup menginsprasi saya...maturnuwun, so long brader, keep playin gitar in heaven



Tuesday, September 18, 2012

ideal itu...


"jangan cari ideal, karena ia selalu sembunyi dibalik punggung kesempurnaan..."
Ideal, dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sesuai dengan yang dicita-citakan, diangan-angankan atau dikehendaki. Sesuatu itu jelas mendekati sempurna. Namun sempurna yang seperti apa, jika yang sudah dipilih meski terlihat bagus, ternyata memiliki cacat (kekurangan).
Pernah suatu kali saya ditanya seorang teman, "kenapa sih milih rumah yang setiap berangkat pulang beraktivitas selalu harus ketemu macet?". Teman saya itu punya pendapat, harusnya lebih ideal mencari rumah yang tidak membuat kita jadi ribet, mesti bangun lebih pagi, masih harus dibarengi susah menghalau macet untuk sampai ke tempat beraktivitas, belum lagi pulangnya masih disuguhi macet serupa. "akumulasi stres di jalan tiap harinya itu apa ga jadi imbas masalah di rumah?," telisiknya.
Saya jelas kaget dengan pemikirannya, jika bukan karena teman baik, saya ngga bakal bersedia memberikan penjelasan panjang lebar. "Idealnya sih nyari rumah yang mau kemanapun dekat. Saya milih rumah di situ juga awalnya nggak mikir jauh dan macet yang kudu dihadapi tiap harinya. Tapi konsekuensi atas sesuatu yang sudah kita pilih adalah bertanggungjawab atas pilihan tersebut. Risiko jelas ada, tinggal bagaimana kita mensiasatinya, kok. Rumah yang saya pilih pada akhirnya tidak ideal, tapi membuat apa yang sudah dipilih itu nyaman dan aman, itu yang harus dipikirkan solusinya."
Tak perlu disebutkan panjang lebar bagaimana siasat jitunya, sampai sekarang pun kami masih terus belajar, menggali dan mencari solusi terbaik, kami nikmati saja apa yang sudah menjadi pilihan kami. Asal semuanya dibangun di atas kesepakatan bersama, saya pikir tak jadi masalah. Toh, tidak ada yang merasa dikalahkan atau dimenangkan. Sejatinya, kami hanya ingin membangun rumah tangga yang jelas, terarah, terencana di atas sistem yang benar. 
Perkara ideal atau tidak bahkan bisa merambah ke ranah lain, mulai dari pencarian sekolah ideal, menentukan berat tubuh ideal, hingga jumlah anak yang ideal, yang tentu saja di versi saya jelas berbeda di versi orang lain. Sama halnya dalam mencari pasangan hidup, acap kita dihadapkan pada pertanyaan "pasangan yang ideal itu seperti apa sih?"

Ideal sebenarnya tak pernah benar-benar ada. Setiap orang boleh memiliki keinginan, sesuatu yang ideal menurut versinya, tapi ideal yang mereka mau tentu akan bersentuhan dengan beberapa kendala. Kurang ini, kurang itu. Lantas, apakah ini masih bisa disebut ideal?

Ideal selalu mengikuti sempurna. Dan, kebanyakan orang lebih memilih terjebak pada tampilan yang ingin dibentuk "sempurna". Sesuatu tersebut jelas harus bersyarat, "harus begini, harus begitu...tidak boleh begitu, tidak boleh begini". But, nobody is perfect. Bahkan seseorang yang luar biasa pun tak pernah benar-benar luar biasa. Ia tetap pribadi yang biasa saja.

Pilihan baik atau buruk ada di tangan kita. Sama halnya dalam memilih pasangan. Jangan terlalu mudah berkompromi pada penilaian orang dan jangan cepat-cepat pula menurunkan standar. Jangan pula terlalu fokus pada kuantitas kelemahannya, tetapi pertimbangkan juga kualitas kekuatan yang dimilikinya.

Saat menemukan keburukannya, bertanyalah pada diri, "Seberapa buruknyakah dia?. Masihkah saya bisa bertoleransi pada sikap buruknya?. Asal jangan sampai keburukannya itu merusak aspek positif yang dimilikinya. Agar pepatah lama, "Karena nila setitik rusak susu sebelanga", tak pernah terjadi.

Monday, September 17, 2012

life for rent

udara yang aku hirup setiap saat, semesta yang menaungiku adalah hidup gratis yang sesungguhnya. air tumpah melimpah, tumbuhan tumbuh bebas meliar, merimbun. aku seperti dibawa masuk ke supermarket segala ada, segalanya tak perlu beli. aku boleh mengambilnya sesuka hati apa yang ada. Tuhan, si penjaga pun tak berniat menjual apa yang Ia suguhkan. seperti juga pertunjukan pagi yang rela digusur siang dan siang rela digeser malam bukanlah tiket sekali beli, kamu tiap hari menikmatinya, berulang, selama denyut jantung masih setia berdetak.

namun, kata Dido dalam lagunya, hidup itu untuk disewakan (Life For Rent). lalu, apa yang bisa disewakan?, jika itu raga yang dikemas dalam balutan busana, perjanjian sewa menyewa itu mungkin saja hanya menyoal long time atau short time, dan berapa nominal yang bisa diberi untuk raga yang rela disewa. tapi maaf, jiwa dan pemikiranku tak masuk dalam daftar sewa, karena keduanya begitu bebas, tak bisa disentuh, disewa apalagi dibeli. jika pun dikungkung, yang terbayang dunia tak lagi berwarna.
menyewa pemikiranmu sama saja matinya kreativitasku. aku akan sangat egois, karena tidak memberi ruang untuk berkembang, mendengarkan suara dan menemukan pendapat sendiri.
aku juga tak mau terjebak dalam kepalsuan hidup, karena harus hidup pura-pura dalam bayanganmu. dipaksa setuju dengan pemikiranmu, padahal aku tak merasa sejalan dengan pemikiranmu saat itu. bukankah indah jika kita bisa saling mengisi, tanpa harus teriak dalam hati, basi?...percayalah, semesta yang kita jejaki memberi kita ruang untuk saling berbagi dan mengisi.

jika diperbolehkan, aku ingin mengawinkan pemikiran kita tentang banyak hal. tapi tolong, jangan sangkal aku, jangan lemahkan dan tepiskan apa yang sedang ingin aku bagi bersamamu. aku merasa seperti tidak berguna. jiwaku diperbolehkan bebas berkelana, sementara pemikiranku diberangus selamanya di dalam kandang otak. "jangan pernah coba berdebat panjang kalau itu tidak sepaham denganku," katamu suatu waktu.

mungkin benar, seperti kata Dido, hidup cukup untuk disewakan, namun rasakan betapa hidupmu lambat laun hanya serupa imitasi, tak pernah benar-benar asli. R.E.M pun sudah menyadari itu sejak dia menciptakan lagu Imittation of Life. tak peduli kw 1, kw 2, kw 3, super kw, aku hanya mau hidupku orisinil, dan tak sembarangan disewa.


Wednesday, August 15, 2012

Perkawinan Indah Musik dan Fashion

Ibarat sayur tanpa garam, musik tanpa fashion yang mendukung, membuat penampilan sang musisi di atas panggung tak akan sehebat karya yang mereka ciptakan. Ya, dunia musik dan fashion berangkat dari dua dunia yang berbeda, namun faktanya tidak terpisahkan dan justru saling melengkapi.

Sadar ataupun tidak, musisi di genre apapun tak akan memungkiri fashion memengaruhi gaya bermusik mereka. Para musisi tampil dengan atribut fashion khas diri mereka, mengambil tempat strategis dalam dunia musik. Setidaknya menciptakan trensetter di atas panggung musik, menjadikan fashion bagian dari identitas yang memengaruhi meski sedikit gaya bermusik para musisi.

Kemunculan glam rock di tahun 80an merupakan puncak terhebat perkawinan indah di industri musik yang menyandingkan fashion sebagai bagian dari unsur penting penampilan mereka. Kehebatan musik rock bersanding indah dengan kostum-kostum bergaya flamboyan, dengan rambut panjang tergerai berantakan, tentunya.

Tilik hebohnya band glam rock era 80an, Warrant dan Cinderella, yang beraksi di panggung musik, memukau para grupies yang rela meneriakkan nama mereka di udara, menguntit kemanapun mereka pergi dan berlari hanya untuk mengucapkan "I love you".

Apalagi yang bisa membuat mereka dielu-elukan penggemarnya - selain musik berirama menghentak, mereka melengkapi perfoma diri dengan tampil nge-rock. Celana latex super ketat warna hitam mengkilap, rompi dan selempang di leher, sepatu boot kulit ala koboi adalah atribut andalan, wajib pakai bagi mereka yang menyebut dirinya musisi glam rock.

Pemusik dan penggemar glam rock jelas ingin ditempatkan di kelas yang berbeda - mengenakan busana yang "artifisial' sebagai pembeda penampilan mereka dari gaya busana hippie. Inilah gaya busana glam rock yang diusung dari perpaduan transvestisme dan futurisme. Sebagian yang lain terinspirasi dari film-film Andy Warhol dan drama panggung Pork, yang umumnya sangat flamboyan dengan isu gender yang semakin ambigu.

Inti dari gaya glam rock sebenarnya adalah fiksi sains. Segala yang berkesan luar angkasa, merupakan tema fashion yang ingin ditampilkan. Sedikit meniru gaya pakaian antariksawan dengan warna-warna monokromatik, seperti warna perak, dipadu rambut mirip gulali, warna-warni. Hm, kesan moralitas gender ganda yang begitu kuat terlihat.

Ambigu gender

Bersamaan dengan maraknya reformasi homoseksual di Britania Raya dan Kerusuhan Stonewall untuk hak-hak gay di Amerika Serikat, keambiguan gender sempat menjadi mode untuk mengejutkan publik. Mungkin inipula yang lalu menjadi alasan David Bowie mengubah penampilan dirinya secara drastis, sejak albumnya Ziggy Stardust mulai digarap pada bulan April 1972.

Terlihat di klip video 'Life On Mars?', David Bowie tampil 'cantik' dengan make up tebal, eyeliner yang mempertegas garis mata, eye shadow biru dan lipstik peach menghias bibir maskulinnya. Rambutnya sangat 80-an dengan model 'jegrig' warna terang, juga setelan jas warna biru neon. Pilihan mode yang sangat tak biasa.

Gaya Androgny David Bowie ini lalu menginspirasi Boy George (vokalis Culture Club) dan Prince untuk mengikuti arus fashion yang sama, menampilkan kesan maskulin dan feminin dalam satu waktu. Bahkan, siapa meniru siapa, Freddy Mercury juga melakukan hal yang sama, tampil 'cantik' dengan liptik yang selalu dipulas rapi di bibirnya.

Boy George
Musik cadas sekeras aliran musik rock pun tak dipungkiri sangat dekat dengan sentuhan make up. Sebut saja KISS dan Motley Crue yang tak pernah lepas tampil gothic bergaya seram. Entah apa alasan mereka bermake-up, Maya, editor kanal wanita di sebuah media online, yang juga penikmat musik dan pengamat fashion memiliki pendapatnya sendiri,

"Mungkin mereka sengaja dimake up tebal mendekati gothic, biar lebih keliatan gahar, biar ngga hanya dikenal hanya karena wajah gantengnya, tapi lebih ke karya musik mereka." Sementara, Dody, musisi blues yang juga penyuka band KISS menambahkan,

"Bener juga sih, tapi yang jelas mereka bukan tipe musisi yang terlalu idealis untuk bilang "simak musik kami, jangan lihat wajah" Mereka juga sangat narsis dan enjoy dengan kegantengan mereka...menikmati digilai banyak grupies."

Era berganti

Sayang, kegaharan musik rock harus rela tergusur munculnya aliran musik grunge, yang digawangi musik Nirvana, yang meski masih sedikit dicampuri nuansa rock, dengan campuran blues namun lebih terasa ringan di telinga. Kurt Cobain, sang vokalis Nirvana sukses sebagai trensetter yang menghadirkan gaya santai tapi asik. Sangat dekat dengan kesan casual, yang menonjolkan sneaker, kaos, sweater, dan topi.

Rivers Cuomo, sang vokalis Weezer lebih memilih menonjolkan sisi yang sedikit 'aneh' dengan kacamata vintage hitam berframe tebal yang kali pertama dipopulerkan oleh penyanyi rock and roll Buddy Holly pada 1940-1950an. Fakta mengasikkan, Queen, Sir Elton John, Paul O’Grady, serta mantan PM Inggris Tony Blair pun pernah memakai kacamata jadul ini.

Toh, terlepas dari style dorky glasses yang terlihat 'aneh', para Weezerian, sebutan fans berat Weezer, justru semakin memujanya. Bahkan Weezer menulis lagu bertajuk Buddy Holly di album debut Weezer (1994). Sebelum lupa, virus tren ini menular pula pada vokalis Blur, Damon Albarn yang terlihat sangat cool dengan kacamata tebal dan hoodie-nya di klip video Coffee & TV.

Namun, fashion se-jadul apapun tak pernah mati dimakan jaman. Seperti juga musik yang selalu bertumbuh, dengan genre yang sama namun tetap dengan sentuhan yang berbeda. Selalu ada yang terinspirasi untuk mengikuti jejak-jejak musisi sekaligus fashionista sejati.

Sebut saja make up Gothic Lady Gaga, sang mother monster, yang begitu terinspirasi gaya Marilyn Mansion. So dark. Sementara, gaya busananya cenderung 'aneh' sedikit banyak mencontek gaya busana diva senior Madonna yang selalu tampil beda di setiap aksi panggungnya.

Terbukti pula, Giorgio Armani membenarkan bahwa Lady Gaga memang fashionista sejati, "Kami mendengar musik Lady Gaga di mana pun kami pergi. Itu seperti sebuah soundtrack zaman kami. Selain piawai menulis lagu, dia adalah fenomena mode modern. Dan Gaga pasti sangat senang mengenakan pakaian rancangan saya, karena tidak ada pilihan pakaian yang terlalu berani untuk dirinya."

Make up tebal (Dramatic make up) yang dibawa di era 80-an pun masih terlihat wara-wiri di industri musik masa kini. Katy Perry salah satunya, semakin percaya diri memulas bibirnya dengan lisptik tebal, meniru pendahulunya, Gwen Stefani yang pernah berjaya di tahun 90an bersama band-nya "No Doubt".

Sementara, grup musik asal Bandung, The Changcuters, cukup puas terinspirasi gaya bermusik dan berbusana The Beatles yang kalem, sarat makna dengan image manis yang melekat. Meski terlihat juga sedikit nge-rock, karena pengaruh musik rock n roll ala Elvis Presley yang turut mendominasi.

Invasi Fashion

Fashion sudah tak lagi dipungkiri menjadi nafas musik. Tanpa fashion, musik bagaikan mati. Untuk itu selalu ada cara dari musisi dunia untuk terus berkarya, tanpa mengabaikan fashion identity yang melekat di diri mereka.

Lady Gaga, Katy Perry, Gwen Stefanie, Fergie juga Jennifer Lopez, segelintir dari musisi masa kini yang kerap dijadikan ikon fashion pun turut menyumbang musik bertema fashion. 'Rich Girl' milik Gwen Stefanie bahkan sempat menduduki tangga lagu teratas di chart Amerika.

Berbagai acara musik yang digelar, semisal Grammy Awards bahkan tak lepas jadi ajang panggung runway fashion. Para desainer dengan suka hati mendandani para musisi agar tampil memesona. Tak kalah menggebrak, penyanyi Seal, Justin Timberlake dan Spice Girls pernah diminta tampil live diajang peragaan busana Victoria's Secret.

Sebuah acara spesial berjudul Fashion Rocks pun dibesut sebagai ajang penghormatan hubungan manis yang terjalin antara fashion dan musik yang lekat satu sama lain. Musisi yang pernah tampil dalam acara ini diantaranya Aerosmith, Alicia Keys, Avril Lavigne, Carrie Underwood, Fall Out Boy, Fergie, Jennifer Hudson, Jennifer Lopez, Ludacris, Martina McBride, Santana dan Usher.

Jika ditilik lebih dalam, sebenarnya masih banyak lagi tempat dimana musik dan fashion selalu berjalan bersama atau bersinergi. Ini seperti sebuah pembuktian telah terjadi perkawinan yang indah antara musik dan fashion. Bahwa seorang musisi ataupun penyanyi pasti mempunyai suatu ciri khas kuat dengan gaya fashion yang mereka bawa. Dan, di sisi lain dunia fashion semakin membuka kesempatan bagi industri musik untuk meramaikan kancah dunia fashion internasional.

Salam

Saturday, July 14, 2012

kinara (jawaban kepada Faiz yang meminta adik)

bukan Kirana. karena nama itu sudah terlalu biasa. ia terlahir dari benih kasih yang bertumbuh dengan leluasa memenuhi rongga rahimku. kesediaanku, oh, maaf bukan hanya aku saja, tapi keinginan kami berdua, aku dan suami untuk memberikan seorang adik untuk Faiz, jagoan cilik kami.

aku ingat, betapa malasnya ditanya banyak orang, "kapan, Faiz punya adik?" dan jawabannya cukup dengan sunggingan senyum, "nanti ya, kalau sudah pas waktunya..." lalu, kapan lagi, besok, dua tahun lagi, tiga tahun lagi?

hm, karena semuanya memang harus diawali dengan niat baik, untuk sebuah keinginan tulus. sementara, aku masih terlalu takut, dibayangi banyak hal, tak bisa membahagiakan anak-anakku kelak. karena bukan lagi sekedar pemandangan semu, realita nyata itu kentara di depan mata. dunia semakin kejam. akankah ada tempat untuk anak-anakku tumbuh menjadi pribadi yang baik, jiwa dan raga?

sementara ketakutan lain masih bercokol menggerogoti jiwa. bisa tidak kami memberikan penghidupan yang layak, masa depan yang terjamin untuk mereka, anak-anak kami? ah, ketakutan dan keraguan memang selalu tak pernah bisa membawa kita kemana-mana, ya?

hingga kami tersadar tidak bisa seegois itu dengan keputusan kami sendiri. bagaimana dengan Faiz kelak, sementara kami - orangtuanya mungkin akan lebih dulu meninggalkan dia. pada siapa ia bisa berkeluh kesah, pada siapa ia bisa mencari dukungan dan penguat?, pada siapa ia bisa memumbuhkan jiwa berkompetisi. jiwa yang dibutuhkan untuk membangun sikap mau maju, dan berusaha. setidaknya agar Faiz bisa bilang, "aku harus bisa menjadi contoh dan teladan yang baik untuk adikku..."

and here we are, dengan segala bekal dan kemampuan dibarengi niat kami, juga keikhlasan atas apapun kondisi yang kami hadapi - kami akhirnya memutuskan, "yak, inilah saatnya..kami akan memberi Faiz seorang adik."

"adik" yang lalu dipanggil dengan lembutnya, saat kami menyodorkan pipi bayi mungil itu untuk dicium penuh kasih oleh Faiz. panggil "dek Kinar ya, mas..." dan Faiz pun mengangguk senang. adik yang lalu mencuri sedikit perhatian kami yang dulu tercurah penuh padanya, dan kini Faiz seperti merasa bagai pluto di tengah galaksi maha luas. kecil, dan merasa diabaikan.

hmm, sebuah kecemburuan yang wajar, bukan? bahkan manusia dewasa sepetiku juga punya rasa yang sama. sebagai orangtua, inilah pembelajaran atas keputusan dan tanggungjawab yang telah kami pilih. bahwa tidak ada yang akan merasa paling unggul diantara keduanya. kami harus menjadi orangtua yang adil dan bijaksana. prinsip yang tidak boleh kalah oleh masa dan keadaan apapun itu.

dan voila...aku menamainya kinara. perempuan mungil pemilik mata bening dengan sunggingan senyumnya bagai obat mujarab bagi jiwa dan raga yang pernah melemah. Kinar yang penyabar. dia akan menungguku selesai dengan semua tugas, dan akan meminta haknya, cukup dengan rengekan kecil.

"Kinar pengen mimik?..." dan ia yang dahaga, lalu begitu senang mencari aroma puting, menyesapnya begitu kuat dan nikmat. selesai sesi 'intim' denganku pun ia masih menyunggingkan seulas senyum, mungkin ingin bilang, "terima kasih mama, susunya seger banget..."

Kinar bagai pengelana. dengan kaki dan tangan kuatnya, ia merangkak cepat menjelajahi kamar lalu ke dapur. menandai area penjelajahannya dengan jejak pipis dimana-mana. ia yang sangat tekun dan teliti memandang apapun yang asing dengannya. ia yang selalu rela dan "nrima" kakaknya mengusilinya dengan cara apapun. pikir Faiz, "kapan lagi aku punya boneka selucu dek Kinar?" bisa dipeluk, asal ga sampai remuk.

"mana cicaknya?" dan sontak matanya menatap langit-langit rumah, mencari bayang cicak yang usil mengajaknya main petak umpet. tangannya diulurkan ke atas seakan ingin mengambil cicak itu untukku.

apalagi yang belum kuceritakan tentang putri kecilku itu? oh iya, Kinar akan bertepuk tangan dengan senangnya, jika diminta. meski saat itu ia masih sibuk membongkar mainan kakaknya. Kinar yang dengan semangat melambaikan tangan dan memberi kecupan kiss bye, saat aku dan suami beranjak pergi, meninggalkan ia dan kakaknya, demi mengais rejeki.

dan, tak ada yang seindah rasa ketika kami pulang dan menemukan mereka menyambut kami di depan gerbang rumah. tak ada yang seindah ini, memiliki dua jiwa dalam satu hati. lalu, saat orang-orang berucap, "wah, enak ya sudah sepasang.." aku melega, dua sudah cukup. keduanya kini bisa saling melengkapi. tugasku dan suami, sekarang adalah berusaha dan bekerja lebih keras dan cerdas untuk memberi mereka masa depan yang lebih baik. pun, "nggulowentah" agar mereka tak hanya tumbuh sebagai pribadi yang cukup materi, tapi juga berlimpah kasih sayang.

Friday, July 06, 2012

surat

kapan terakhir kamu berkirim surat? saya sendiri hampir lupa. tapi, memori segera melesat ke tahun 90-an, manakala ingat pernah begitu senangnya menerima sepucuk surat cinta, bertuliskan besar di bagian pembuka amplopnya : Ti Bandung Euy! (dari Bandung Euy). siapa lagi kalau bukan dikirim seseorang yang lebih tepat sekarang disebut mantan. pacar LDR yang manisnya se-kecamatan. hahaha.
memandang amplopnya saja sudah berdebar jantung ini sukar diredam, apalagi saat membuka sampul amplopnya dengan penuh hati-hati. seperti takut merobek isi di dalamnya. ibarat takut melukai isi hati si pengirimnya. membuka lipatan suratnya, pun makin tak keruan saja hati ini.
ehem!, diawali sapaan manis, "dear", hati langsung loncat-loncat gila. mata lalu tekun membaca runut pesan yang terangkai. "tulisannya hm," saya tersenyum dikulum. "berapa kali ya dia harus bolak-balik nulis surat ini, tulisannya rapi jali, tanpa cacat."

bayangkan, untuk menyampaikan rindu, dia perlu mempersiapkan semuanya dengan baik. pasti dia melarang si bad mood mengacaukan acaranya berkirim kabar via surat. dia perlu tinta warna hitam, bukan biru apalagi merah. karena hati yang cerah tak selamanya diwakili warna merah, bukan? dan pasti dia akan sangat dendam jika pak pos gagal menyampaikan suratnya kepada saya. "lha pakai sepeda, kapan nyampainya?"

rindunya tercetak rapi dalam baris per baris kalimat menjuntai bernada rayuan pulau kelapa. pantaslah, remaja belasan umur kala itu membuat cinta saya masih belum rasional ke dia. dikirimi surat saja berasa sudah jadi pasangan paling bahagia sedunia. padahal, setelahnya, bingung, kacau banget tanpa dia. hollow.
akhirnya, membaca surat cinta itu berkali-kali bagai mengisi udara buat hati yang sesak karena rindu. suratnya yang terus didekap erat, manakala rindu itu susah sekali dilawan. namun, surat-surat cinta itu harus berakhir dalam kotak berlapis yang kuncinya lalu entah nyelip kemana. melebur bersama berakhirnya hubungan kami selama 4 tahun.
pun, saya pernah merasai sensasi itu. membaca, menulis dan lalu mengirim surat kemudian harap-harap cemas apakah surat saya tiba di alamat yang benar, bagaimana perasaannya membaca surat saya? seperti itu juga mungkin perasaan seorang public figure (baca: artis) yang tenar di era 90-an. jaman dimana berkirim surat masih begitu asiknya.

bayangkan, ia membalas ribuan surat yang dikirim oleh penggemar-penggemarnya di seluruh penjuru negeri. tak ada yang lebih hebat dari sebuah cara klasik berkirim surat, saat itu. saya sendiri tak bisa membayangkan seandainya itu saya, tak akan sanggup. tangan saya hanya dua, dan terlalu sedikit waktu yang bisa saya curahkan untuk membalas pesan mereka satu-satu.

kapan terakhir kamu berkirim surat? pertanyaan itu nampaknya sudah tidak lagi relevan jika ditanyakan pada masa sekarang. bis surat dan pak pos seakan menjadi saksi bisu dari kejamnya perkembangan teknologi informasi. meski bis surat berwarna oranye itu masih gagah berdiri di perempatan jalan, atau pak pos tak lagi "ngonthel jengki", mereka semua mendadak ciut di hadapan si hebat teknologi.
di jaman yang semua serba mudah, kini cukup sekali sentuh tombol "SEND", sebait pesan singkat sukses terkirim. tak perlu effort tinggi, karena memang begitulah kejamnya teknologi.tak lagi ada perasaan harap-harap cemas menunggu di depan kotak surat, hanya untuk sekedar melongok, "sudahkah suratnya datang?"

perasaan saling memiliki pun semakin terkikis, seiring budaya malas tumbuh subur sebagai akibat peran teknologi yang mendominasi jaman. bayangkan, menulis surat butuh waktu dan pemikiran yang melibatkan perasaan saat menuangkan tulisan itu ke dalam selembar kertas. sementara, perasaan yang disampaikan lewat sebait pesan yang terbaca di layar ponsel atau monitor bisa begitu saja menguap, semudah menekan tombol "DELETE".
tak ada yang lebih indah, ketika tumbuh perasaan sabar menjalani sebuah proses kehidupan. seperti ketika mengirim surat. ada sebuah kerelaan mengikatkan diri ke dalam sebuah keintiman. menuliskannya, dan berharap dia membaca tak hanya dengan mata, tapi juga dengan mata hatinya. larut ke dalam perasaan haru biru si pengirim pesan.

lalu, saat menunggu surat itu tiba pada yang dituju, cukup pasrah dan ikhlaskan pada titah pak pos sebagai penyampai pesan. soal apakah akan tiba pada alamat yang dituju, dan bagaimana reaksi si penerima surat, ikhlaskan saja. toh, telah ada usaha untuk sampai pada titik itu.
seperti juga menjalani hidup, yang dibutuhkan hanya usaha dan doa. lalu bonus atas perasaan sabar menunggu adalah menerima berkah yang luar biasa. seluar biasa menerima surat cinta darimu, dear...

Friday, June 22, 2012

ada apa dengan chemistry?

chemistry itu ibarat tali penghubung...aku pegang ujungnya, kamu pegang pangkalnya...coba saling menarik, jika terasa getarnya, berarti aku dan kamu merespon satu sama lain. ini berlaku juga buat hati. jika hanya aku atau kamu saja yang merasakan getarnya, itu seperti merasai cinta yang bertepuk dengan udara, kosong.

acap kita mendengar cerita sepasang kekasih yang gagal mempertahankan hubungan ke arah yang lebih serius karena merasa tak lagi menemukan kecocokan. hal yang sama terjadi pula pada sepasang suami istri yang menjalani kehidupan pernikahan belasan bahkan puluhan tahun lamanya, lantas bercerai dengan alasan yang sama. tidak cocok.
dear, kekasih atau pasangan itu tak seperti sepatu yang bisa diganti mengikuti suasana dan cuaca. jika tak suka, tak cocok, lemparkan ke sudut ruangan, ganti dengan yang lebih cocok pun nyaman di kaki. lalu, "kalau nggak cocok, kenapa dulu nikah?". tanyamu suatu hari, yang lalu menimbulkan jawaban yang selama ini kita cari yaitu chemistry.
kata ini tidak berkaitan dengan ilmu kimia, meski dianalogikan sebagai reaksi antara dua unsur kimia yang berbeda. dalam bahasa awam, yang aku pahami, chemistry adalah kecocokan. seorang SBY sekalipun membutuhkan chemistry itu sebagai salah satu persyaratan yang diajukan dalam menentukan calon wapres, pendampingnya.

sebuah ketidakccocokan adalah hal yang wajar. ibarat air dan minyak yang memang tidak akan pernah bersatu. karena memang tak pernah ada yang ideal nan sempurna di dunia ini. namun, chemistry ternyata tak selamanya bisa diandalkan mengikat aku dan kamu. kecocokan itu pun bisa menjadi tak abadi.

menerawang gelagat beberapa pasangan suami istri yang nampak serasi, tapi sebenarnya mereka tengah menyimpan "terasi" dalam pernikahannya. tinggal menunggu waktu aroma yang keras menusuk itu tercium keluar. mungkin, karena saat saling mengenal dulu, mereka sedang memakai topeng kepalsuan di wajah mereka. sayang, chemistry terburu terpercik, dan tak bisa dibendung, mengalir kuat menuju hati.

hm, bicara chemistry memang terasa sangat complicated, ya. dulu pernah ada dan lalu menguap cepat menjadi tiada. entah kemana. semoga tak terjadi pada kita
mari cari penyebab si chemistry itu datang dan mengobrak-abrik bilik hati kita. gegara jatuh cinta, dear. dua kata mujarab itu konon merupakan salah satu perilaku atau keadaan otak yang paling tidak rasional, yang dialami aku dan kamu yang mencinta. otakku mendadak bekerja tidak logis, karena dibekap rasa asmara. sehingga mata hati pun ikut buta akan segala kekuranganmu. ini keadaan diluar kesadaran. tak bisa mengelak, apalagi abai. jelekmupun aku terima.
perasaan cinta tersebut muncul setelah mata menerjemahkan ketertarikan pada fisik, lalu dari mata, tumbuh perasaan nyaman yang muncul di dalam hati dan memercikkan getar asmara yang lalu ditengarai sebagai lecutan chemistry. tapi apa alasan, kenapa chemistry bisa tiba-tiba hilang?

penyebabnya, karena tali hati yang saling mengikat itu mengendur, perlahan. getar-getar cinta yang dulu dirasa, tergerus bersama waktu, dan melemah, lalu hilang bersama cinta yang menguap bersama udara.
sementara, kata tante Joyce Catlett, ahli kesehatan mental dan pengarang buku Sex and Love in Intimate Relationships, yang aku pun belum pernah bertemu apalagi bercakap dengannya -- daya tarik seksual tidak berhubungan dengan waktu, dear. chemistry yang tak lagi dirasakan tersebut lebih disebabkan oleh rutinitas yang dijalani bersama pasangan dalam waktu lama, yang terasa semakin membosankan. hm, soal itu aku sepaham dengan tante Joyce. ru-ti-ni-tas itu seperti berputar pada sumbu, tapi hanya melihat ke depan. bosan.
daya tarik seksual itu dipengaruhi oleh munculnya hormon feromon, yang merupakan sinyal bawah sadar yang diproduksi oleh tubuh untuk menarik lawan jenis. sinyal yang tercium melalui aroma tubuh yang tak berbau tersebut, dipercaya dapat memengaruhi tingkah laku dan emosi seseorang terhadap lawan jenisnya.

ingatkah, bahwa aku dan kamu adalah dua pribadi yang berbeda namun saling melengkapi? cobalah kita kembali mengingat hal tersebut untuk membantu menjaga chemistry itu tetap ada di dalam hati. karena tak berarti aku dan kamu telah menjadi pasangan sehati, lalu saling 'memaksa' untuk selalu satu suara, bukan?
aku mungkin bisa setuju dengan kamu dalam beberapa hal, tapi boleh kan, dear kalau aku menyampaikan gagasan dan pemikiranku sendiri. percayalah, cara kita bertukar pikiran dan debat sehat di atas ranjang kita adalah salah satu cara menjaga hubungan yang terjalin ini tetap mesra.
aku menyetujui caramu yang sesekali membuatku penasaran dengan sikap misteriusmu, menantang dan sulit ditebak. tapi, bukan berarti aku sedang menghalalkan kamu boleh berbohong lho, dear. satu lagi, tentang rasa nyaman. aku menyukai saat kita punya banyak waktu untuk melakukan apapun bersama dan membuat itu sebagai hal baru yang menyenangkan. konon, itu juga merupakan poin penting menjaga getar cinta antara aku dan kamu tetap terasa

dan kamu, bagaimana rasanya saat chemistry itu memercik di dalam hatimu? next time, saat lega waktu kisahkan itu padaku, ya...



Wednesday, June 13, 2012

alibi, cara berkelit nomor wahid

"alibi yang cantik", pesan singkatnya muncul di layar hape, setelah sms yang mengabarkan kepulanganku pada mama, hal yang rutin aku lakukan menjelang pulang beraktivitas, justru aku kirimkan padanya. aku berkelit, "oh, maaf ya, salah kirim..."

aku memang tengah menyembunyikan kebenaran saat itu, bahwa ya, aku sebenarnya sangat ingin tahu kabarmu. dan mengirimkan sms 'salah sasaran', sebuah cara paling pas agar kamu merespon kabar itu. karena tak mungkin aku berkabar, sekedar mengirim pesan singkat, "aku pulang ya.." aku toh rela dibekap gengsi. bukan orang kebanyakan, karena yang aku hadapi, faktanya manusia langka.

apa aku tengah beralibi? hm, mungkin ya.
pada siapa pula harus meminta tolong keluar dari lingkar masalah jika bukan pada alibi yang memang cantik. inilah cara berkelit nomor wahid. menghindar sejauh mungkin dari fakta, kebenaran dan kejujuran, namun dikemas begitu indahnya. yang tampil di permukaan pun hanyalah sebuah kepolosan, seakan tak tahu menahu atas apa yang tengah terjadi.
ya, alibi hanyalah alibi, dia tidak lebih dari sekedar “alasan untuk membenarkan diri”. sebuah alasan yang tidak lagi bisa kamu bantah namun sangat tabu untuk dilafalkan. setidaknya kamu tidak akan mati dalam keadaan terdesak, dan alibi lantas dicari untuk menyelamatkanmu dari masalah.
siapa yang tak takut mati, atau mimpinya hancur menjadi debu yang membedaki langit, terbang dibawa angin? saat misteri dicari dan menjadi sebuah kebenaran yang lambat laun tersingkap, sejatinya alibi yang akan menjadi senjata yang siap meluluhlantakkan asamu sendiri. jika benar, kamu memang tengah menyembunyikan sebuah fakta.

fakta yang tidak akan bisa kamu ingkari. bahkan ia sudah seperti racun yang merasuk masuk tanpa permisi ke dalam nadimu dan membuatmu sekarat seketika. lidah kelu, diam membisu. "maaf, aku tidak bisa membagi rahasia itu padamu.."
arrggh, alibi memang sanggup melampaui sebuah kata berkias indah. saat aku menyerah, salah, dan alibi menjadi pembenaran, sesungguhnya makin terlihat akulah yang bermasalah, karena tak kuat menyimpan rindu ini terlalu lama.
alibi..alibi..alibi, oh tolong aku...