Wednesday, October 17, 2012

rahasia sebuah dunia

mini kembali sendiri, mencari sepi miliknya. kalau kehilangan mini, cari saja dia di kamarnya. ia sedang santai menikmati tenggelam ke dalam buku pemberian mario. buku ber-cover hijau lumut dengan judul "Wayan si Pemahat" karya Riitta Thezar.

cukup dengan kaos longgar dan celana pendek, mini santai berkelung di atas kasur empuknya, dan larut hanyut sampai dini hari.

"ini buku favoritku, mini... tak perlu dikembalikan, ini milikmu," mulut mini terbuka, surprise. terbata mini bertanya, "kenapa harus aku yang kini jadi pemiliknya?," mata mini memancar tanya yang kentara. di bawah remang cahaya lampu yang temaram, wajah mini yang penasaran makin nyata terbaca.

"buku ini salah satu yang menginspirasiku. aku sudah terlalu panjang lebar membuatmu mau mendengar cerita-ceritaku, dan ini adalah perwakilan maaf itu" mario tersenyum. tulus.

"aku senang jadi pendengar. radiomu juga ngga rusak, masih jernih untuk didengar telingaku," mini coba mencairkan suasana kaku itu.

"sebenarnya alasan apa yang membuatmu ingin jadi pemahat?" tanya mini suatu waktu. kericuhan bunyi dentuman house music di sudut ruang kafe itu tak mendistorsi fokus mereka untuk saling mengenal.

jika pria lemah ingin merubah dirinya menjadi kuat, jadilah pemahat. seperti sebuah lelucon, tapi suatu saat itu adalah sebuah kebenaran. "menempa kayu dan batu terus menerus membuat lemahku terusik," mario membuka cerita.

bertahun-tahun mario dicibir, karena dianggap remeh, minor. dan setelah perjalanan panjang melelahkan itu, ia menemukan takdirnya. sebagai pemahat. memampukannya menjadi makhluk yang lebih kuat dari batu, lebih kuat dari hatinya yang lemah lembut sekalipun.

tak ada yang bisa menghalangi hati mini untuk bersuara. serupa kagum.

mario hanya akan sebentar saja di Jakarta, karena beberapa urusan yang mengharuskannya kembali ke galerinya di Bali. "jaga leo untukku," pesan yang membuat mini tercekat. seperti dihimpit di antara dua sisi. mario dan leo.

mini tersenyum. "aku baru mengenal leo sebentar, mario. ada ia dan dunia yang pasti bisa menjaga dirinya dengan baik." mini lalu mendekat ke telinga mario setengah berbisik. "ssst, lagipula kami beda kasta. kita bukan teman yang saling akur."  tawa mereka lantas meledak, ditingkahi ketidakyakinan mini atas perasaannya pada leo yang absurd.

"aku yakin kalian partner sejati. di segala hal" bukan tanpa alasan mario mengatakan itu. ada sebuah rahasia yang dijaganya begitu rapi. agar mini tak mengetahui dan siap mencari takdirnya sendiri.

...

"sejak kapan kamu suka menelusup jadi silent reader, leo?" tergeragap leo, tak disadarinya ada mario di balik punggung ikut-ikutan menatap layar monitor.

ada dunia kecil milik mini di sana yang bisa sepuasnya dibaca. leo perlu berterimakasih pada blog, karena ia tak perlu mengendap-ngendap demi mencuri buku harian mini. puas leo menelanjangi mini lewat tulisan-tulisan di "rumah pribadinya".

"apa pula ini, kupikir dia membicarakan laki-laki simpanan yang suka jadi pendengarnya. eh, coba lihat ternyata ujung-ujungnya dia bicara earphone," leo geleng-geleng. ia baru saja menemukan dunia absurd milik mini. saking absurdnya jadi terlihat sederhana untuk dipahami.

"kenapa pula kamu harus beradu debat dengannya, jika sebenarnya kalian tahu bisa saling mengisi?," ucapan mario seperti sebuah sindiran. tapi ini terasa manis. pengingatan pada diri. "sejauh apapun aku ingin berlari dari mini. sosok itu selalu sanggup mencuri hati. argggh!" leo merutuk.

"hahaha, aku senang membuatnya terengah-engah, karena kehilangan kata-kata, mario," leo berkelit. namun, satu hal yang selalu diinginkan leo setelah debat itu adalah memeluknya. "it's ok, mini. segilanya aku, sekerasnya aku, dan seanehnya kamu, kita akan baik-baik saja." dan leo pintar meredam suara hatinya agar siapapun tak mendengarnya.

"jangan terlalu sering bermain dengan ranjau yang kamu ciptakan sendiri, leo. dia bisa mewujud cintamu yang terpendam, kekasih yang tak bisa kamu miliki, musuh yang tak pernah bisa diampuni," santo mario berpetuah.

dan sebelum akhirnya berlalu, mario kembali menyindir leo dengan sangat manisnya, sekali lagi. "membaca dunianya pun adalah rasa haus yang tak pernah usai buatmu," mario tersenyum. meninggalkan leo yang terpaku. "ya, aku rela terhisap ke dunia mini. oase yang membuat hausku tak pernah usai"

No comments:

Post a Comment