Friday, October 12, 2012

penyihir mini

mini itu kecil, mini itu simpel. dia tak pernah membuat hidupnya rumit, sampai akhirnya ia bertemu leo.

"untuk orang sesimpel aku berhubungan dengan orang serumit dia, itu sama saja cari masalah," mini menganggap masalah tak perlu dicari karena akan datang sendiri, dan ia sama sekali tak berminat mencari masalah dengan menghadirkan leo di hidupnya.

sampai akhirnya, hari itu datang, kali pertamanya leo menyapanya. mereka satu kelas tapi tak pernah bicara. "aku sama dia itu beda kasta, beda selera," jelas mini tenang. tenang yang selalu memancing iri kawan perempuannya dan meyisakan rasa penasaran sekumpulan lelaki yang memandangnya aneh. termasuk leo.

"hai, mini...," sapa pertama leo diiringi senyum. senyum yang sudah dilatihnya setulus mungkin. demi satu tujuan, pamer pada mini.

bagi seorang populer seperti leo, kata "hai" memang terlalu bagus untuk dibagi, apalagi sebuah senyum. leo sadar, dirinya dipuja dan dikagumi. selayaknya raja. harga dirinya terlalu tinggi untuk meminta. dan memasang pembatas setinggi mungkin di sekelilingnya itu adalah mau leo.

"aku hanya perlu meletakkan ranjau itu tepat di hatinya, menarik pemicunya, lalu pergi" leo jumawa. ia tengah berjudi, menggadaikan perasaannya, hanya untuk mendapatkan simpati mini. leo tak sadar, sebetulnya dia sendiri yang akan meledak. termakan senjatanya sendiri.

"tumben?" belum apa-apa mini sudah siap menutup pintu. mini paling pintar memunculkan wajah manis bin sadis kalau sudah malas ketemu musuh. mini yang tak pernah punya masalah dengan siapapun, dan ia menganggap satu-satunya musuh hanyalah leo.

memori gigantisnya masih terselip sedikit memori usang, yang ingin dilupakan mini, tapi tak juga bisa. tentang sosok populer yang bagi mini selamanya menyebalkan.

"ada waktu?...boleh bicara?," leo merutuki diri. dia cukup bisa pasang basa-basi busuk di depan pemujanya yang berderet menunggu untuk digombali, tapi berhadapan dengan makhluk kecil yang satu ini, leo mati kutu.

"aku lagi sibuk hari ini, nanti aku kabari lagi," jawab mini tanpa perlu pakai lama. "damn!, untuk seorang populer macam dia aku bisa sebegitu ga butuhnya? pertahankan mini!"

mini dikenal macam siluman. datang dan pergi sesuka hati. menyukai hidup di dunianya sendiri. berteman khayal dan imaji yang bertahan bosan di kepalanya. sesekali kalau sedang niat, mini bisa menghabiskan hari-harinya hanya untuk menulis. tentang siapapun, apapun yang bersisian dengan lingkungan hidupnya. bahkan yang berlawanan dengan dirinya sekalipun. termasuk dia. dia yang tak perlu disebutkan namanya, kata kunci mini untuk sosok itu.

baginya, menulis seperti pembebasan, ada perasaan pasrah, setidaknya suara hatinya perlu diberi ruang untuk berteriak. mini mencoba tidak menipu diri dan hidupnya yang sudah terlalu sering dimanipulasi. termasuk mengingkari perasaannya yang satu ini, "semakin aku ingin menipu diriku, ini malah jadi siksa berat."

hingga pada momen singkat itu, terbacalah semua yang tersembunyi. hati tak akan pernah bisa lari saat akan dikebiri.

mata leo tak juga mau lepas, mengamati segala yang melekat pada dia yang kini duduk di hadapannya. si manusia dari negeri antah berantah, yang tak pernah tercantum dalam daftar tamunya. gerak dan lakunya gemulai, nyaris seperti menari. bayangannya mengumpul di pelupuk mata, hingga yang lain tak kebagian untuk dilihat. mini, seperti namanya, kecil dan tak ingin terlihat. tapi semangat dan kemandiriannya begitu kentara terlihat.

mini bisa bicara panjang kali lebar. bahkan kalau bisa dijabarkan dalam bentuk jawaban di atas kertas. mini sudah punya dua halaman sendiri untuk pertanyaan singkat leo yang tak begitu penting sebenarnya untuk dijawab.

dari satu pembicaraan, mini bisa lari ke bahasan lain, tanpa siapapun menyadarinya. ia bisa menjelaskan apapun dengan cara yang indah. mini sudah mirip penyihir, benda mati apapun pasti bisa jadi hidup, karena dia sanggup menghidupkannya. cukup dengan mantra kata-kata.

leo hanya pasrah dibuat terperangah, terengah-engah karena laju langkah mini gesit, macam ngengat. dan waktu menjadi seakan melambat baginya. "belum saatnya memasang jerat, aku sedang menikmatinya dari dekat," batin leo

1 comment:

  1. kisah ini cck dg lirik lagunya,yg di populerkan Bapak Basofi Sudirman n Bang Hamdan Att

    Tidak semua laki-laki
    bersalah padamu
    contohnya aku
    mau mencitaimu
    tapi mengapa engkau masih ragu....

    Hari ini aku bersumpah
    akan ku buka pintu hatimu
    hari ini aku bersumpah
    izinkanlah aku untuk mencintaimu

    ReplyDelete