Thursday, November 22, 2012

dunia Hazza

melepasnya adalah pelajaran terberat...
engkau yang kusebut anak, bukanlah milik siapa-siapa...tumbuhlah, rengkuhlah dunia, semestamu, karena di sanalah jiwamu sesungguhnya hidup, karena aku hanya orangtua, penyambung dari nafas hidupmu. kelak kamu bebas, dan mengisi jiwa dengan udara yang kau hirup sendiri
sebuah de ja vu. perasaan yang sama, berat melepasnya ketika aku harus kembali bekerja, waktu itu ia baru 3 bulan mengenal dunianya. dan kini, setelah waktu berjalan dan ia ingin melihat dunianya di luar sana, sekolah formal yang dijalaninya jadi mimpi buruk untukku.
ia mungkin nyaman dalam pelukanku, tapi tidak jiwanya. ia hanya anak laki-laki, yang ingin menemukan dunianya di luar rumah. dulu, aku merawat, menjaga dan melindunginya dari segala serangan "virus" buruk yang akan menginvasi jiwa dan tubuhnya. namun kini, semesta di sekelilingnyalah "ibu sejatinya", yang akan mengajarkannya hidup dan bertahan.
ciuman lembut di punggung tanganku adalah awal dari ikhlasku melepasnya pergi. ia bukan milikku, ia milik sang pemilik kehidupan. dialah anak panah yang tengah melesat hendak menemukan titik bidikan. tujuan hidupnya. "sekolah yang pintar ya, mas...jangan nakal, nanti pulang dijemput uti...". kukecup rambutnya. ia mengangguk tersenyum.
pesan sama, berulang dan semoga ia tak pernah bosan dengan pesan-pesan sederhana yang selalu kami bisikkan di telinganya. ia duduk manis di kursinya, menyimak pelajaran dari gurunya, meski sesekali kulihat matanya lari kemana-mana. tak menyimak, dan malah aku yang terlihat cemas karena ia tak menyelesaikan tugas menggambarnya."seharusnya mama tak perlu secemas ini, karena aku hanya butuh dipercaya bahwa aku bisa dan mampu..." tatapnya penuh arti.
seperti Hazza, nama tengahnya, yang berarti singa, ia sesekali keras, memberontak. meski ia bisa cukup diam tenang, selama milik dan kekuasaannya tidak diganggu. sometimes, ia terlalu lembut, hingga julukan "Janaka" dari guru-gurunya, menjadi bukti ia tak pernah ingin dikenal nakal di kelasnya... "aku nakalnya di rumah saja, ma," katanya beralasan.

ia, tetaplah anak laki-lakiku, yang lahir dari rahimku. ia belajar meniru, mengucap, dan bersikap, sama seperti aku mencontohkan padanya. tapi ia akan pergi, dan dunia di luar sana adalah pilihannya untuk melihat hal-hal lain yang ingin dia pelajari.
ya, meski dunia di luar sana kejam...aku yang memborder kuat agar ia tak tersentuh hal-hal buruk di luar sana, pada akhirnya tak akan pernah berdaya, jika ia ingin mencicip rasanya bertumbuh, berkembang. semestalah yang akan mengajarkanmu bertahan, membuatmu jatuh, hancur, dan melangkah, nak. mama percaya, kamu bisa menaklukkan dunia di luar sana, karena kamu Hazza.

No comments:

Post a Comment