Tuesday, February 16, 2010

filmku, hidupku

Duduk manis di depan TV, memutar CD sewaan seharga Rp 3000 rupiah per keping film. Inilah hemat cara tepat menikmati hidup. Harap maklum, nonton di bioskop sudah lama keluar dari agenda rutin saya sejak menikah dan having the baby.

Dan menonton film tanpa cemilan terasa kurang mengigit. Setengah batang coklat 'keras' karena lama tersimpan beku di freezer atau cemilan apa saja di atas meja, asal bukan expired date, sikat saja!. Kaki boleh narsis dalam gaya apapun. Bersila, selonjor, duduk a la penikmat nasi rames di warteg, asal jangan ngangkang, yang itu lain soal.

Jika pria saya tak bersedia menemani menonton film, dengan alasan filmnya terlalu 'menye-menye', minus jeder-jeder dan tendangan maut a la Bruce Lee, maka bolehlah saya diperkenankan ditemani yang lain. Sebentuk guling kumal yang wanginya menenangkan, mengalahkan wangi aromaterapi, campuran keringat, bau shampoo dan parfum Benneton B-Clean favorit saya.
Inilah salah dua cara saya menikmati hidup dengan menonton film. Karena 'salah satu'nya adalah menulis. Merugilah saya jika hidup tak bisa dinikmati, toh saya hidup hanya 'mampir ngombe' *red-mampir minum* kan?. Tapi justru dengan hanya minum saja saya harus bersyukur, bahwa Tuhan masih mengijinkan saya menikmati segarnya air kehidupan. Membasuh jiwa saya yang kering kerontang.

Film adalah hidup, dan hidup adalah film dalam skenario maha panjang yang ditulis dalam buku takdir sang maha hidup, Tuhan. Scene by scene film yang lewat di depan mata saya bergerak normal, sempat melambat demi memberi jeda saya untuk berpikir, lalu secepat kilat membawa saya melaju ke puncak cerita. Butuh sedikit 'flashback' untuk menangkap 'clue' agar misteri hidup terpecahkan. Menjadi hebat, jika film itu lalu diberi sentuhan 'twist', karena saya suka itu. Berputar menggila dalam pusaran kehidupan layaknya menaiki rollercoaster, sedikit mabuk tapi seru. Saat itulah sejenak menjadi 'manusia bebas', lepas dari rantai yang membelenggu.

Seperti itulah saya melihat hidup saya yang terwujud dalam roll demi roll film yang berputar. Hidup saya kadang bergerak normal, seperti melaju di atas jalan mulus beraspal. Tak ada derak kerikil yang mengganggu perjalanan hidup saya. Lalu tiba-tiba 'Tuhan' yang menjelma polisi menegur, meminta saya melambatkan laju, rupanya ada perbaikan jalan. Perjalanan hidup saya terganggu, tentu saja, tapi saya mengambil hikmahnya. Jika tak diperbaiki sekarang, saya tak yakin bisa kembali melanjutkan perjalanan dan selamat sampai tujuan. Ia yang 1memberi saya kesempatan berhenti sejenak agar saya menenangkan kerja otak dan hati yang terkena 'chaos', sejenak merenung dalam hening, menenangkan batin yang dilanda badai kemrusung.
Film bagi saya, seperti sebuah cermin diri. Ada pribadi saya yang persis sama di dalam film itu. Aktor dan aktris yang berperan di sana saya akui hebat, mereka pintar memainkan 'watak' saya. Sindiran-sindiran bermunculan dalam film bermuatan 'sarkastik', begitu kerasnya 'menampar' pipi. Tergelak-gelak saya dalam kemirisan. Namun tamparan itu setidaknya telah menyadarkan saya, bahwa 'oo..inilah pesan yang ingin disampaikan Tuhan pada saya, terselip pembelajaran bijak'.

Soal pilihan film, entah bagus atau tidak, seru atau biasa, saya lebih ingin menikmati saja apa yang akan bergulir di depan sana. Saya tak mau terlalu tahu apakah 'film' saya akan berakhir happy ending, sad ending atau menggantung tak jelas di angkasa. Tuhan, sang maha sutradara lebih punya kuasa untuk memutuskan.

dipublish juga di sini

No comments:

Post a Comment