Thursday, January 19, 2012

Sederhana Itu [sebenarnya] Mudah

Kebenaran, kebaikan selalu datang bersama dengan kesederhanaan, kebersahajaan. Hanya akan menjadi tidak lagi sederhana, ketika dipahami dengan cara yang sulit, rumit, bahkan dijelaskan dengan cara yang terlalu pintar, kompleks.

Meski hidup adalah tentang kebaikan dan keburukan, tentang kenikmatan dan kepahitan, tentang kegagalan dan kesuksesan, namun hidup bersahaja adalah pilihan aman, sehat, nikmat dan jauh dari polusi. Polusi moral, polusi hati. Jauh dari hidup seolah-olah.

Sederhana bukanlah perkara hidup tanpa materi, blekberi, atau apapun yang bisa dibeli, bahkan status atau gelar dan jabatan, sesuatu yang delusif. Meski saat berhasil mendapatkannya mungkin saja [malah] tidak membawa bahagia, terasa hampa, kosong.

melihat si pria menggandeng tangan wanitanya, menyibak jalan macet, mengantarkannya hingga ke shelter, hingga bis menghilang di pelupuk mata, membawa wanitanya pulang menuju senja..aku yang dari kejauhan memperhatikan mereka, lantas menggumam, "Tuhan, seperti inikah sebuah bahagia yang sederhana itu?..pasti rasanya luar biasa ya, Tuhan"

Lihat, bagaimana sebuah bahagia yang dikemas sederhana itu terasa begitu luar biasa imbasnya hingga di hati. Lalu hati serasa dibanjiri genangan bahagia yang membuncah, meski hanya melakukan hal-hal sederhana. Cinta yang sederhana dan membebaskan itulah yang mewujud menjadi bahagia.

Namun, paradoks yang terlanjur melekat, jamak ditemui di kehidupan sehari-hari adalah kenyataan menjalani hidup sederhana ternyata lebih sulit dibandingkan menjalani "hidup seolah-olah". Pada beberapa orang, [termasuk saya, sedikit sih], menjalani hidup sederhana nan bahagia bisa begitu sulit diaplikasikan,

Sementara menjadi sederhana hanya butuh berjuang lebih keras untuk mendapatkan bahagia, dengan ikhlas menjalani hidup itu sendiri.

Ya, itu karena selalu ada ketidakpuasan atas hidup yang lalu dipaksakan hingga ingin hidup seolah-olah. Bersedia mengabaikan akal sehat, ada tendensi, juga konspirasi dibalik perilaku, bahkan memanipulasi orang lain hanya untuk memenuhi keinginan diri. Dan untuk menepis rasa rendah diri sebagai manifestasi dari "ingin hidup seolah-olah" itulah, mereka lalu terjebak ke dalam pola hidup yang tidak sederhana dengan cara menipu diri sendiri - self deception (Hamacheck: 1987).

Pepatah lama pernah mengatakan, "sederhana bukan berarti miskin, tetapi tepat sesuai kebutuhan". Saya mengamini pepatah mujarab ini. Bahwa, label sederhana yang dilekatkan pada diri kita bukanlah perkara banyak tidaknya materi yang kita miliki.

Esensi dari kesederhanaan itu adalah persepsi kita dalam memandang hidup yang harus dijalani dengan bijak. Tahu sejauh mana, seberapa banyak, kemampuan dan bekal yang kita miliki agar diolah sebijak mungkin dalam menjalani hidup secara ikhlas,yang kesemuanya untuk satu tujuan, mengharap bahagia.

Sayang, sebagian kita malah mengganggap berpikir, bertindak dan bersikap sederhana adalah kelemahan.

Padahal nyata-nyata, konsep hidup sederhana justru bekerja lebih efektif. Ya, berpikir dan bertindak sederhana lahir dari kematangan pengetahuan dan kedalaman berpikir, juga lihai memahami dirinya, hingga tepat si sederhana unggul mengatasi ego, emosi dan gejolaknya. Dan ia jauh merasa lebih bahagia saat berhasil mengimplementasikan itu pada hidupnya.

Sementara, konsep yang mahal, ruwet, acak-acakan, njelimet malah seringkali bernasib tidak menghasilkan apa-apa, menelan banyak biaya, berpotensi merusak moral, harga diri. Lalu, bahagia yang seperti apa yang terlihat dari konsep ini?

"dan aku ingin menjadi besar dengan cara sederhana..menjadi elegan dan diterima masyarakat dengan cara yang bersahaja..itu saja"

Ya, benar memang, pada akhirnya kesederhanaan dan kebersahajaan adalah pilihan hidup yang bijak, setelah penat dan lelah mencari makna hidup yang paling tinggi namun kosong, tak bahagia.


Lalu, masihkah terasa sulit bagimu menjadi sederhana?


Salam

1 comment:

  1. selain faktor2 yg disebut Mbak ErMaya diatas( kekuatan n kesungguhan niat )apakah kita jg perlu hijrah Mbak ErMaya??? Hijrah dr lingkungan/pergaulan orang yg ng mengenal arti sederhana ke lingkungan/pergaulan yg mengenal arti sederhana..., ibarat kata pepatah
    "Bergaul ke penjual arang maka bersiap-siap tercoreng oleh hitamnya arang,n jika bergaul ke penjual minyak wangi,maka bersiap-siap tercoreng oleh semerbak aroma wangi dari minyak wangi..."

    ".....Pada beberapa orang, [termasuk saya, sedikit sih]....."
    seandainya banyak pun jg ng pa2...hehehe..piss..

    ReplyDelete