Friday, January 11, 2013

surat terbuka untuk mama...

"hidup sudah terlalu rumit, jangan semakin dipersulit dengan menambah masalah," pesannya suatu waktu, ketika kami seperti biasa bincang berdua saja.
dekat dan bebas membicarakan apapun dengannya, tak ayal aku menganggapnya lebih dari seorang sahabat. ya, sahabat terhebat. tak pernah sekalipun meminta, ia justru kerap memberi. selayaknya udara yang bebas kuhirup, memenuhi jiwa.

diakuinya, ia bukan seorang pemeluk agama yang taat, namun tak pernah sekalipun ia lupa, ada Tuhan yang selalu bersamanya. "karena Tuhan selalu dekat dengan urat nadi kita, jadi dimanapun, kapanpun, berdoa saja." simple as that. malah ia yang justru kerap mengingatkan aku untuk menjalankan kewajiban beribadah. "contohkan yang baik untuk anak-anakmu, yang buruk dari orangtuamu jangan pernah ditiru."

pengalaman hidupnya bak dongeng yang kerap dibacakan untukku. meski kadang bosan mendengarnya, tapi saat aku mulai curi-curi keluar dari jalur, seketika aku tersadar pesannya begitu berarti.

ia yang mengajarkan padaku bahwa apapun yang sudah kupilih, jalani sepaket dengan risiko dan konsekuensinya. aku dibebaskan memilih pasangan hidup, pun mendukung keputusanku untuk tetap bekerja setelah menikah dan punya anak.

tak ingin sekedar menjadi pembawa pesan, ia mencontohkannya padaku, bagaimana dulu hingga sekarang ia terus berjuang untuk bisa memberikan kontribusi terbaiknya, baik sebagai ibu, istri maupun pekerja. ia yang mungkin sedikit kolot, meski dibeberapa hal ia memiliki pemikiran maju. baginya, beraktualisasi diri adalah cara cerdas menjadi mandiri secara ekonomi.
bekal yang sudah ia persiapkan untukku, adalah bekal untuk perjalanan panjangku di masa depan. ya, ilmu dan nasehat. lain tidak. "jadilah mandiri dengan bekal ilmu yang sudah kamu dapat, karena kamu tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. bekerjalah untuk menghidupimu dan keluarga. setidaknya, kamu tak perlu harus meminta dari suamimu."
ia bukan liberal, tapi yang diminta dariku hanyalah jaminan bahwa kebebasan dan kepercayaan darinya harus bisa dipertanggungjawabkan. ia mungkin pula ibu pertama yang membebaskan anaknya untuk punya pacar di usia 15 tahun. "supaya kamu bisa belajar lebih awal arti mencintai dan patah hati"
dan teramat susah menyembunyikan apapun darinya, karena dia selalu tahu. kupikir, dulu ia punya bakat menjadi cenayang. mata batinnya mampu menembus ke jantung hati jiwa yang papa. bahkan, sedihku meski sudah kusembunyikan di lipatan kulit wajah paling dalam, tetap saja gurat kesedihanku masih bisa terbaca olehnya.
inginnya terlalu sederhana, bahkan jauh dari kata muluk-muluk. menjalani hidup yang berkah, ikhlas dan tak mau merepotkan anak dan cucunya kelak. "yang penting masih diberi sehat. karena mau punya masalah apapun, kalo sehat, masih bisa mikir jernih dan bekerja."

ya, ia yang kupanggil mama, mungkin bukan ibu yang sempurna, tapi ialah sumber kekuatan dan inspirasiku. menjadi putrinya adalah kebanggaanku. padanya aku belajar, menjadi ibu tak sekedar kodrat, namun menjalani nikmatnya berjuang lahir dan batin demi anak.

dan kini, aku bukan pula sekedar anak. aku bermetamorfosa dengan sempurna. mengalami hidup dan peran baru, menjadi ibu dari anak-anakku. apakah akan terus menyenangkan, sulit di tengah, atau berakhir manis? entahlah.
mungkin saja aku akan lebih banyak memberi pesan dan nasehat melebihi mama, aku mungkin lebih kolot dan julukan "mama cerewet" dan "awas mama galak" adalah label dari anak-anak yang tepat untukku. baiklah, aku akan menikmati peran itu, rela dengan segala label itu. karena satu yang terpenting, menjadi berarti bagi anak-anakku adalah kebahagiaan. sama rasanya seperti aku bahagia memiliki mama. 

1 comment:

  1. Hai M Maya, akhirnya ketemu lagi sama coretannya,Mbak. kalo diizinkan mau tanya nih Mbak, pertama kali punya pacar usia 15, terus untuk yang kedua kali usia berapa, Mbak???(please don't tell"kasih tau nggak ya....")hehehe.....

    Memang kalo kita, menginga2 masa lalu, mama kita sering memberi advice kepada kita, tapi juga nggak sedikit yang kita tentang, dan mungkin mempunyai pendapat yang bersebraan, atau mungkin juga mengangap mama kita......(silahkan diisi sendiri), tapi dari ketidakpercayaan terhadap pesan mama, salah satu sisi positifnya, kita mengenal dunia yang penuh dengan warna ini, dan akhirnya kita menyadari dan bisa bilang bahwa sebenarnya dunia itu nggak jauh beda kok seperti nasihat dari mama (walaupun mungkin ada juga hal baru)....

    ReplyDelete