Sunday, January 04, 2015

Peniti, tentang mendengar, mengerti, memahami

saat kepala tersumbat banyak beban, saat mata sulit terbuka pada banyak perbedaan di muka bumi, saat mulut terkunci, lidah kelu dan saat telinga tak lagi peka mendengar ceracau di luar sana, jiwamu mungkin sudah mati. yang tertinggal cuma raga tanpa rasa...


bukannya semua yang tersumbat dan tertutup sudah seharusnya dibuka? seperti juga jiwa, hanya akan jadi gila jika memilih tertindas, diam.

yap, "melawan atau tertindas". tagline yang tajam, memprovokasi. tapi sesekali kita butuh cambuk itu. apa guna menghabiskan hidup hanya sekedar menjadi pendengar, tentu sesekali kamu juga ingin didengarkan, dimengerti, dan dipahami, kan?

dari segala kompilasi Peniti yang sudah terwujud dan mungkin kelak akan terwujud lagi entah yang keberapa kali, saya adalah pendengar itu. saya si pengunjung bar yang suka duduk di pojokan, memilih tak terlihat dan hadir setiap malam hanya untuk mendengar 'suara' kalian. 

dulu pun saya hanya si kerdil yang cukup tahu Power Slaves atau Blue Savanna adalah band terkenal milik Semarang. tapi sungguh diberkatilah saya mengenal komunitas musisi-musisi lokal lain yang selalu mau bertumbuh, berkembang, dan konsisten berkarya. GOT, Bleed, KIDT, Savar, Rela@tive, Numb. banyak, dan teruslah beranak-pinak.


telinga ini mungkin tak begitu minat mengkotak-kotakkan jenis musik atau genre apapun itu. saya melahap semuanya bagai si rakus yang ingin dikenyangkan. Peniti adalah media itu, ketika seluruh beda dilebur, segala rasa disatukan, dan semua diberi kesempatan bersuara.

Peniti, memilih tak terlihat, namun selalu tahu bagaimana caranya menjadi berguna. dia bahkan tak peduli. orang melihatnya ada atau tidak ada. barangkali lebih tepatnya, menjadi biasa saja itu cukup. tak perlu istimewa. tak ada sekat yang menjadi pembatas antara saya sebagai pendengar dengan mereka yang saya sebut hebat karena punya karya tapi memilih menjadi biasa saja. 

see, betapa santainya berteman dengan drummer Psycholove, Agung Isdinawan. si mas yang punya hobi masak nasi goreng ini yang bahkan selalu rajin berbagi info kemacetan dengan saya yang tinggal di wilayah yang sama dengannya.

atau sebut Myre Squire, dan Maya Sayekti Wulandari. duo PCD, yang santai apa adanya, easy going, bahkan cenderung gila. tak butuh koar-koar untuk mengatakan mereka juga berkarya. kalian berdua sudah sanggup membuat saya 'melayang', itu wow sekali.

bayangkan, jika semua idola di seluruh dunia memilih melebur bersama pemujanya.  jalan bareng ke mal, duduk santai, ngopi sore-sore, atau sekedar nongkrong sambil membahas apa saja di luar dunia mereka bernyanyi. bisa jadi, sisi lain mereka yang tak kentara justru lebih menyenangkan untuk dibicarakan, dinikmati. bukannya, mereka juga ingin didengar, dipahami dan dimengerti?

lalu, masih berapa lagi kawan musisimu, May? sepertinya saya tak perlu menghitung berapa yang sudah menjadi teman, yang 'menyentuh' saya dengan cara yang berbeda. karena yang cukup saya tahu mereka tak butuh menjadi terkenal, karena dengan menjadi biasa saja, mereka lebih dari spesial (untuk saya).

yap, saya bersyukur masih diberi kesempatan mendengar, mengerti dan memahami segala keinginan kalian. karena memang kadang ada yang tak bisa dituliskan, namun lebih pas untuk disuarakan. 

tak melulu telinga ini dimanjakan romansa, hati saya butuh juga disentuh dengan sesuatu yang mungkin tidak terpikirkan, terpinggirkan dari realita. karena kita tak selalu romantis, tapi cukup humanis, itu sudah manis.
sebut mereka Distorsi Akustik. alunan musik adem yang membawa saya ke dunia antah berantah. dunia absurd kaum banci. meninggalkan sebuah pesan tentang mereka untuk didengar, dan dipahami. seandainya mereka bisa memilih. tapi tak perlu juga diam, memonyongkan bibir. lantangkan suara, lepaskan amarah dan emosi pada tempat yang tepat. percayalah, saya perlu belajar 'nesu' pada vokalisnya soal itu. dan ketika suara kematian memanggil. apa yang perlu ditakuti?, toh kita kelak akan kembali. nikmati saja sebebas lantunan Dancing on Your Grave
tak ada lagi yang perlu diragukan, kalianlah barisan terhebat itu. lagi-lagi karena saya percaya, bicara lewat sebuah karya maka kamu akan didengar, dipahami, dimengerti. yakini ini.

salut, well done Peniti!

No comments:

Post a Comment