Seekor singa yang sangat besar, kuat dan gagah hidup di sebuah padang luas Sabana di Afrika. Ia dikenal sebagai si Raja Sabana, singa penguasa dan pejantan terkuat. Di antara penghuni padang luas Sabana, Raja dikenal sangat sombong dan tidak pernah mau mendengarkan kawan-kawannya.
Raja Sabana ganas dan terkenal suka melibas mangsa-mangsanya tanpa ampun. Tuhan menciptakannya begitu sempurna dengan kemampuannya bertempur dan berburu. Raja memiliki otot besar dan kaki belakang yang kuat, yang memungkinkannya menerkam mangsanya dengan mudah. Cakar dan rahangnya kuat. Giginya tajam dan surai lebat di wajahnya membuatnya semakin terlihat angkuh.
Saat cuaca panas, Raja lebih senang duduk di bawah pohon sembari menikmati semilir angin. Ia tak akan berkutik meski semut-semut rangrang di atas pohon melewati tubuhnya.
Raja sedikit terusik saat semut-semut itu berbaris rapi keluar sarangnya hendak mencari makan. "Kenapa kalian harus bersusah payah mencari makan beramai-ramai seperti ini. Lihat aku, aku bisa bertahan hidup meski tak ada kawan-kawan singaku yang membantu," ujar Raja angkuh.
Semut-semut itu mendengarkan Raja bicara, tapi terus berbaris rapi menuruni pohon. Salah satu semut, yang diketahui sebagai pemimpin dalam kelompok semut itu tak senang mendengar keangkuhan Raja, "karena kami kecil, apakah lantas kami tak bisa menjadi sekuat dirimu, wahai Raja?," ujarnya."
"Kalau saja aku mau, tubuh kecilmu itu sudah remuk, dan mati karena tergilas kaki besarku," kata Raja sembari mendongak sombong.
Namun, semut-semut itu tak mau menggubris kesombongan Raja. Mereka tetap berbaris rapi dan meninggalkan Raja yang masih asyik beristirahat di bawah pohon.
Semut dikenal sebagai hewan yang rajin dan juga ramah. Mereka selalu bergotong-royong saling membantu mencari makanan yang lalu dikumpulkan di sarang yang mereka bangun bersama-sama.
"Sudah-sudah, perkataan Raja tidak usah didengarkan. Suatu saat nanti dia akan terkena batu atas ucapannya sendiri," kata pemimpin semut.
Bertahun-tahun Raja menjadi penguasa Sabana. Selalu ada sekawanan singa-singa muda yang ingin menggeser posisinya sebagai penguasa, tapi Raja nyata-nyata terlalu kuat.
Musim demi musim berlalu, Raja tak menyadari dirinya semakin tua dan tak lagi gesit seperti dulu lagi. Kekuatannya berkurang. Ia tak lagi ganas. Tubuhnya layu dimakan usia, dan ia mulai sering sakit-sakitan. Raja tak lagi jadi penguasa, dan hidup sengsara dengan sisa-sisa tenaga yang masih dimilikinya.
Melihat semut-semut yang dari musim ke musim semakin kuat dan solid bahu membahu mencari makan dan membuat sarang yang lebih besar, Raja diam-diam iri.
Tapi bukan Raja yang mau mengakui kelemahannya. Ia tetap merasa dirinya kuat. Meski ia tetap seperti dulu, kesepian, tak memiliki teman. Kini, Raja pun hanya memakan sisa-sisa daging yang ditinggalkan kawan-kawannya.
Raja yang kondisinya semakin melemah dari waktu ke waktu membuat semut-semut yang tinggal tak jauh dari tempat Raja bernaung ingin sekali membantu.
Pemimpin semut dalam sarangnya lalu mengatur strategi, mengerahkan para semut untuk membantu mencari makanan bagi Raja.
"Jangan lihat bagaimana dia dulu meremehkan kemampuan kita, tapi inilah saatnya membuktikan apa yang dikatakanya tentang kita selama ini salah. Ayo, tunjukkan kita bisa membantunya dengan segenap kekuatan yang kita punya," seru pemimpin semut.
Dengan bantuan berbagai koloni semut yang hidup di luasnya hamparan sabana, hampir setiap hari, tanpa kenal lelah mereka mengumpulkan daging segar untuk Raja. Akhirnya, sedikit demi sedikit daging-daging untuk persediaan makanan Raja terkumpul.
Betapa malunya Raja yang mengetahui hal itu. Iapun menyesal telah bersikap sombong selama ini.
Ia berkata, "aku tak mengira kesombonganku akan berbalas kebaikan dari kalian semua, semut-semut. Aku malu dan tak sepantasnya aku menyombongkan diri. Maafkan aku, ya."
"Sesungguhnya tak ada kesombongan yang akan bertahan di muka bumi ini, Raja. Semuanya akan jatuh dengan kehancuran. Bagus kamu sudah menyadari sikap burukmu. Dan tak ada lawan untukmu, jika kamu mau menganggap semuanya sebagai kawan," ujar Semut bijak.
No comments:
Post a Comment