sedari awal soal "sampah", kita memang seharusnya tegas, setegas Jendral berkata "tidak!". jangan tiru bagaimana pemerintah yang tak juga pintar menyelesaikan masalah sampah di negeri ini. sampah hanya jadi berkah bagi tukang sampah dan tukang loak. dan kampanye go green seperti percuma, sekedar slogan, tak juga bisa meredam tingginya sampah. kecintaan pada lingkungan malah bergeser dengan menciptakan sampah-sampah masalah warga yang mendiami bumi ini. go green jadi go blind.
tahu kan ya, hidup ini berjalan juga dilandasi nasihat ekonomis. "dahulukan kebutuhan daripada kepentingan". senada dengan pesan, "mau hidup selamat, pintar-pintarlah berhemat". atau "mau hidup berkah, ya jangan cari masalah." seperti halnya tak hanya perkara sampah baju, pilihan hati bisa pula berpotensi menjadi sampah.
coba hidupkan lagi memori daun pisang, bagaimana dulu kita pernah begitu butuh pada pasangan. tapi saat hati mendadak disiram sejuknya tatapan mata 'sang menawan' di seberang sana, kebutuhan hati lantas bergeser tempat. yang dulu penting menjadi tak lagi penting. yang bukan apa-apa jadi 'sesuatu banget'. dan hati bersiap mengalami perputarannya di recycle bin.
saat jaman berganti, saat hangat berganti basi, saat semua tak lagi sama, saat mulut manisnya kini kerap mengeluarkan sampah serapah, di matanya kamu tak lebih dari sampah. hatimu dan hatinya lalu hanya dipenuhi sampah kebencian yang menggunung penuh sesak, dan hampir meledak. sampah yang baunya dulu kamu tutupi dengan ragam kepura-puraan di depan pasangan. sampah yang sebenarnya tetap sampah tapi kamu salah kira menganggapnya bisa didaur ulang.
ya, karena selalu ada banyak ingin. tapi ingin pun sekedar ingin jika kita hanya ingin menyentuh langit. padahal ada kebutuhan penting lainnya menunggu dipenuhi. sama halnya dengan Siti yang sudah dinikahi Bejo lima tahun, sementara Bejo masih terobsesi Olla Ramlan, tetangga seberang rumah. padahal Siti jelas nyata ada bersamanya, sementara Olla hanya bayangan maya, yang hanya sesekali mampir di imaji saat sesi onani. Bejo tak sadar, dirinya sudah memelihara sampah batin. yang berpotensi merusak hidupnya sendiri, menggerogoti tubuhnya sampai ke sumsum tulang.sekali lagi, hati mana yang mau dijadikan tempat buangan 'sampah' berbau? atau sudah siapkah merasai hidup tidak sehat karena kerap 'menyampah'?
nb: senang bisa 'menyampah', tanpa perlu pakai sumpah serapah, ahahahaha
No comments:
Post a Comment