Monday, November 10, 2014

Harlem Shake dan Korupsi

Con los terroristas!" -- saat gejala joget kloget-kloget mewabah, hingga perlu obat bernama Harlem Shake. Ditandai kebosanan tingkat akut lalu badan mengejang tak terkontrol dan memutuskan berani tampil malu(-maluin).

Bukan lagi hal yang mengagetkan, sesuatu yang baru mudah memancing rasa penasaran orang untuk mencoba. Mulai dari tren fesyen, jargon jingle iklan hingga tarian berbagai varian yang tersebar di social media. Ya, meledak sukses dan menginvasi banyak kalangan untuk ikut terjangkiti virusnya.

Setelah goyang kuda versi Psy lewat Gangnam style-nya mewabah kini giliran joget energik ala Harlem Shake versi DJ Baauer menular, dan membuat "demam" di mana-mana. Tak perlu aturan pakem saat bergoyang, cukup modal goyang sembarang, dan voila saat diunggah di social media, yang terlihat adalah keberanian diri berekspresi. "Biar malu(-maluin) yang penting rame-rame", begitu saya menyebutnya.

Harlem Shake sebagai sebuah fenomena pada masanya, entah kapan itu akan juga tenggelam. Hanya sekedar mampir di permukaan, mengajak yang tertarik mencobanya untuk bersenang-senang. Asal tidak lupa diri. Asal yang malu-(maluin) itu tidak jadi budaya yang mengakar kuat, seperti halnya korupsi di negeri ini.

Lihat, betapa kita begitu permisif pada budaya ini. Dari yang tidak biasa dilakukan, lalu menjadi terbiasa melakukannya, lantas membuat siapapun yang melakukannya jadi luar biasa malu(-maluin).

Bukan hendak menyamakan budaya korupsi dan fenomena Harlem Shake, namun saya melihat ada kesamaan dari dua hal ini, sedikit saja, sih. Menilik awalan joget Harlem Shake ditandai satu orang menari, sementara yang lain melakukan aktivitasnya sendiri-sendiri, seakan tak peduli, itu seperti melihat korupsi yang dulunya dilakukan sendiri. Diam-diam.

Tapi kini, karena tak ingin sendiri 'kecipratan' buah dari hasil mencuri, diajaklah serta teman-teman yang lain. Itu yang lalu saya bilang tepat disebut dengan "prilaku malu(-maluin) yang asiknya dilakukan rame-rame." Menyeret serta yang lainnya untuk ikut terkena imbasnya.

Kembali pada Harlem Shake. Barulah saat rapper Musson meneriakkan "do the Harlem Shake!", yang merupakan penggalan lirik dari lagu yang dinyanyikan bersama grupnya, Plastic Little, tahun 2001 - see, semuanya pun ikut-ikutan berjoget. Melepas ekspresi dan energi yang mereka punyai, setidaknya ikut berpartisipasi. Kali ini bukan untuk korupsi, tapi sekedar menari.

Tulisan ini lebih kepada pernyataan pemikiran, bukan sebuah sindiran menanggapi fenomena Harlem Shake dan menyamakannya dengan korupsi. Meski saya akui tetap ada energi positif yang terbawa dari fenomena ini.

Bahwasanya sang pemalu yang ingin berekespresi, pun tak perlu lagi terjebak rasa malu. Ikut saja menari, dan kawan-kawan yang lain pun bakal bersedia menemani menghilangkan rasa malu. Saya melihat sebuah kekompakan, dan semangat. Bahkan, sebuah rasa bosan harus dienyahkan dengan melakukan hal yang menyenangkan sama-sama, bukan?. Obatnya bisa jadi adalah Harlem Shake.

Dan apapun fenomenanya, sebaiknya memang perlu disikapi dengan cara yang positif pula. So, menari saja, tak perlu korupsi. Oke?

#repost




1 comment:

  1. Do the harlem shake bikin nggak kuat ..rasanya harus joget saat mendengar musik harlem shake..walaupun hanya jarinya doang...

    ReplyDelete