bu, senang rasanya bisa menggenggam tangan liatmu.
sungguh, dulu aku membayangkan ibu sedingin gunung es yang enggan mencair. tapi pagi ini adalah bukti. tak ada sekat usia di antara kita.
"apa aku seperti layaknya teman bagimu, bu?" padahal kita baru berbincang sepuluh menit yang lalu.
garis wajahmu menyirat lelah dan tanya. ada cerita dan rahasia yang disimpannya sendiri dan ia membaginya denganku. "bagi, bu...meski itu sebuah luka atau mungkin kisah bahagia putramu dan pernikahannya"
"sudah sebulan ini saya sering tidak bisa tidur, mbak. rumah tangga anak saya diganggu wanita jalang, mungkin mbak ada kenalan orang pintar yang bisa bantu saya?," ibu bertanya membagi rahasia.
Wita menyembunyikan lipat wajah nelangsanya, "ketulusanmu mungkin tak akan pernah jadi penawarnya. terima saja, kamulah racun itu, Wit" batinnya perih.
No comments:
Post a Comment