Saturday, June 09, 2012

hei, Juno

pagi ini sibuk mendera luar biasa, ada janji yang harus ditepati, ada agenda yang harus dikerjakan. napas Juni memburu. coba ada yang menenangkan Juni dengan salam hangat, setidaknya mewakili hadir di setiap helaan napasnya. feedback dari sinyal ponsel Juni tiba-tiba terdengar, menelusup ke gendang telinga. meski pakai headset, suaranya tak sopan, mengganggu. "ngiiiiinnggg..."

Juni sudah mirip peramal, tahu betul feedback itu selalu datang bersamaan dengan bunyi dering ponselnya. entah sms, entah panggilan. dilirik ponsel itu segera. hm, layar ponsel jadul itu tak memunculkan nama. Juni coba menerka, "apa itu kamu yang barusan ingin menelponku? kamu kangen ya?" Juni lagi-lagi sangat percaya diri, dia yang ditemuinya semalam sedang ingin mengusilinya.

siang menjelang..

kaki Juni diseret, dengan langkah gontai, diantara terik siang yang menyengat tubuh. matanya memincing, karena pendar cahaya matahari di atas kepala menghalangi pandangan. tangan Juni reflek memayungi mata, membentuk wajah yang panas kepayahan. ia geli melihat Juni. disejajarinya langkah Juni, kanan, kiri, kanan, kiri. bayang tubuh tingginya membantu menutupi tubuh Juni yang terpapar sinar matahari. "hei, untung ada kamu, pria setinggi tiang listrik," juni terkikik, dia meringis. "semalam pulang jam berapa, obrolan kita tertunda, padahal aku ingin ngobrol sampai pagi lo.." Juni tak juga berhenti berkicau, nyerocos, lalu tersenyum, dan ia membalasnya dengan tatapan penuh arti.

Juni memasuki bus yang menantinya di shelter. membawanya pulang merambati jalanan menuju senja. tak ada alasan Juni untuk bertanya ini itu padanya. melihat ia berdiri mematung, diantara puluhan orang yang berjejal di dalam bis yang membawa Juni pulang, sudahlah membuat Juni senang. sekilas dari ujung mata, Juni bisa menangkap bayangannya tengah memperhatikan gerak gerik Juni dengan seksama. Juni mengarahkan pandangannya, dan lagi-lagi ia tersenyum. kulitnya pucat, wajahnya kaku, namun seulas senyum itu begitu hangatnya. Juni membalas senyum itu. dan orang-orang di dalam bis malah menganggapnya sedang gila cinta. "kayak lagi digoda setan, tuh..senyum-senyum sendiri.." bisik-bisik mulut busuk terdengar memenuhi telinga Juni.

malam merambati hari..

Juni terpekur di sudut ruangan, terbaring di atas kursi malas favoritnya. sendiri seperti ini begitu menyiksa Juni. apalagi cuaca dingin di rumahnya yang terletak di perbukitan di malam hari seperti ini sangat menusuk kulit. kalau sudah begitu, mau tak mau angannya kembali dipaksa masuk ke pusaran masa lalu. kembali ke masa setahun lampau.

...Juni belum lama mengenalnya, namun ia telah merasa, pria yang memenuhinya dengan banyak inspirasi itu adalah belahan jiwanya. sebagai penulis, pemikiran-pemikiran pria yang dipanggilnya tiang listrik itu memang selalu sanggup memukau Juni. dalam rentang dua tahun perkenalan mereka, belum pernah keduanya saling bertemu. bahkan membaca wajah dan suaranya sekalipun. selama itu, Juni hanya mengenalnya di ruang simulakrum.

aneh. ya aneh, tapi mereka menikmati hubungan itu. hingga di suatu hari, dalam percakapan di ruang simulakrum, Juni mendesaknya dengan banyak tanya. "hei, tiang listrik, maaf, bukannya riwil, kalau boleh tahu, siapa sih namamu?, masa setiap kita bincang aku harus memanggilmu tiang listrik. Oke..oke, kamu hitam, tinggi. tapi apalagi yang bisa aku bayangkan dari makhluk sepertimu. apa wajahmu tampan, setampan pemikiranmu?.."

ia disana terkekeh, dan lalu mengetik sebuah pesan.."aku kalah tampan dengan pemikiranku, kecil." kecil adalah sebutannya untuk Juni. baginya, apalah arti sebuah nama, "toh, aku lebih suka memanggilmu kecil, meski kamu punya nama yang cantik".

"hei, kecil, apa kamu penasaran denganku?" Juni yang disuguhi pertanyaan macam begitu malah makin tertantang untuk bertemu.

"tentu saja, tiang listrik..aku hanya perlu memastikan tinggimu dan seberapa hitamnya dirimu.." Juni mulai usil, dan ia suka melakukan itu pada si tiang listrik.

"baiklah, aku yakin saat pertemuan kita nanti, bukan hanya tampan yang akan kamu lihat, tapi banyak hal dari aku yang bisa kamu serap." Juni semakin penasaran.

"jadi, kapan kita bertemu?..."

senja itu, tepat di pertengahan Juni, Juni menunggu hadirnya pria yang membuat hatinya kerap tak menentu. membuatnya makan susah, tidur payah, mandi ogah. seperti dijanjikan tiang listrik padanya, ia akan menyebutkan namanya saat pertemuan mereka nanti.

waktu terus merambat, hampir meninggalkan senja. yang ditunggu tak kunjung datang. Juni semakin gelisah. "kamu bohong, tiang listrik" kaki Juni dihentak-hentakkannya ke lantai, bingung. ponselnya tiba-tiba berdering, "Junii..papa lagi ada masalah, menabrak orang, sekarang papa lagi di rumah sakit..." suara papanya diujung sana makin samar terdengar. hiruk pikuk suara menelusup ke telinganya. gaduh.

Juni tiba-tiba merasa pusing.

...
...

"hei, Juni..." pria setinggi tiang listrik itu tiba-tiba telah hadir di hadapannya. menyadarkan Juni yang tersadar segera dari lamunannya.

"hei.." Juni membalas senyumnya. diantara senang yang hadir, Juni lalu kembali tersadar, "eh, tunggu dulu, bagaimana bisa kamu tahu namaku. maaf, kita sudah sering bercakap, tapi belum sekalipun aku menyebutkan namaku.." Juni tiba-tiba merasa asing.

"ceritanya panjang, Juni..aku datang padamu setelah sekian lama kita memendam rasa. janji pertemuan itulah awal sekaligus akhir dari kisah kita. akulah pria yang beberapa tahun lalu membuatmu terusik. yang kamu cari dan ingin sekali kamu mengenalnya.."

"waktu rupanya tak pernah berpihak pada kita. saat perjalanan menuju kafe tempat kita akan bertemu, sebuah mobil melaju kencang dan menghempaskan tubuhku ke atas trotoar yang dingin. aku terbang, Juni..dan disinilah sekarang aku berada, bersama dengan jiwa yang akan selalu mengingatmu.."

Juni tercekat. tenggorokannya kering seketika. ini seperti puzzle utuh yang akhirnya menemukan kepingan terakhirnya. jawaban atas pertanyaan yang bercokol di kepalanya setahun yang lalu adalah tentang ini. kematian pria yang dicintai yang belum sempat ditemuinya.

"kenalkan..aku Juno.." tangan kekar dinginnya menyambut tangan Juni yang menghangat.

Juni seperti menemukan sebuah oase..begitu indah nama itu terdengar menelusup masuk ke telinganya.

"hei, Juno.." ..

"iya, ya, kamu memang setinggi tiang listrik, dan lihat aku si kecil yang kamu rindukan.." lalu keduanya tergelak sama-sama.

dan selalu ada perbincangan di tengah malam, diantara sunyi yang mencekam, dua makhluk hadir menyatukan rasa. Juno dan Juni. sejoli yang ditakdirkan bersama. di alam yang berbeda.


*just my imaji

*inspired by song with title "Story Of Peter" - Sarasvati Band


No comments:

Post a Comment