Friday, November 06, 2009

Penikmat Teh yang Menikmati Hidup

Sebuah repost

"Mau teh atau kopi?,"..Bukan pertanyaan sulit semacam pertanyaan "ingin hidup atau mati saja?,"..hahaha. Ya, tentunya saya akan pilih teh karena masih ingin terus bisa menikmatinya sepanjang sisa usia saya yang entah sampai kapan.

Sorry to say nih, saya bukan penikmat apalagi penggila kopi. Kecuali kopi made in Excelso yang tak bikin saya mual, hihihi. Aaah..perut saya memang suka jual mahal, gengsi dan menolak mentah minum kopi tubruk. :D

Bagi saya, Pisgorcok (pisang goreng coklat) atau suguhan Rondo Royal selalu saja asik dinikmati sepaket dengan segelas besar teh nasgitel *panas, legi, kentel*. Suguhan di sore hari sambil menikmati senja 'angslup' di balik bukit. Surga dunia benar-benar milik saya.

Penikmat teh macam saya ini selalu mengandalkan teh untuk membuat lebih rileks tubuh dan pikiran ketika dihadapkan pada setumpuk deadline. Teh menenangkan jiwa, juga menghangatkan raga. Saat aroma teh yang harum itu terhirup, ada kelegaan yang menjalar ke dalam tubuh.

Dari pinggiran gelas itu, seruput teh legi *manis* yang masih memanas, sedikit kental tak apa, justru disitulah letak nikmatnya. Makin pekat dan kentel *baca: kental* berarti teh yang di 'cong' berhasil menarik selera lidah saya mengecap nikmatnya.

Teh tak hanya mampu menyuguhkan rasa tawar atau manis saja kok, bahkan teh bersedia dimix dengan apapun untuk memanjakan lidah penikmatnya. Milk tea, ginger tea, vanilla tea, rose tea, lemon tea, bahkan teh dengan kreamer pun hmmm..nikmato! *khususnya tea kreamer made ini suami* :D

Saya mengibaratkan hidup ini seperti sedang menikmati segelas teh, kadang menikmati tawarnya dan terkadang juga mengecap manisnya. Menjadi lebih berwarna hidup ini manakala saya bersedia mencampurkan ke dalam teh saya berbagai macam rasa untuk dimix.

Ada masam yang dikecap semasam menikmati lemon tea. Ada segar, sesegar mereguk nikmatnya fruit tea. Ada hangat seperti sebuah pelukan kala menikmati ginger tea. Ada gairah, kala mengecap nikmatnya milk tea. Sebuah suguhan menggemaskan, perpaduan pas kental yang manis.

Ya, bahkan filosofi teh memberi banyak pemahaman pada saya dalam menjalani hidup. Ritual menuangkan teh pada sebuah acara perjamuan di Jepang mengajarkan saya memberikan yang terbaik bagi orang lain.

Saat menuang teh, harus dilakukan itu untuk diri sendiri dulu. Terlihat janggal, aneh dan egois sih, tapi memang seperti itulah pelayanan yang sebenarnya.

Karena dalam sebuah teko teh, kualitas cairan teh di lapisan atas tak sebaik teh yang berada di bagian bawah. Dengan menuang teh terlebih dulu, itu artinya kita memberikan teh yang terbaik untuk tamu.

Pun, ritual menuang teh ini memberi saya pelajaran betapa pentingnya untuk bersikap sabar.

Bahwa saat teh yang telah dituangkan itu tidak lantas kita boleh meminumnya seketika. Ada kesabaran yang harus kita tunjukkan, yaitu menunggu meminum teh kita setelah tamu yang lain memperoleh tehnya masing-masing.

Sebuah pelajaran yang simpel tapi sangat mengena.

Sambil mengetik postingan ini, di pojokan kubikel, ditemani segelas panas teh Vanilla, saya menghangatkan tubuh yang terserang dingin 16 derajat.

Sudahkah kau nikmati teh *hidup* mu hari ini, temans?

No comments:

Post a Comment