Monday, January 04, 2010

Makhluk Multitasking itu Bernama Wanita

sebuah repost..

Tampaknya hebat, sebuah bakat multitasking yang hampir dipunyai kaum wanita, kaum saya. Dengan banyak tugas, banyak pula masalah, mereka mengandalkan kedua tangan dan dua otak untuk bekerja simultan. Meski saya belum tahu pasti penyebab munculnya stereotip seperti itu, namun saya akui hal itu ada benarnya juga. At least, it works for me!

Ya, menjadi ibu rumah tangga memang tak bisa saya lakoni secara penuh utuh menyeluruh, karena demi hak mengaktualisasi diri, saya ingin tetap bisa bekerja dan berkarya. Lalu, tak hanya urusan dapur, kasur dan sumur yang menjadi keseharian, bahkan urusan menulis, editing, memoderasi jadi bagian dari kontribusi saya di ladang tempat bekerja. Konsekuensinya, saya harus pintar berbagi tubuh. Menyediakan energi dan membagi pikiran secara simultan, agar bisa terakomodir semua kepentingan.
Sebuah artikel menguatkan, bahwa otak wanita memiliki Corpus Callosum, sekelompok syaraf yang menghubungkan otak kanan dan kiri. Sedang pada pria, syaraf ini memiliki ukuran 25% lebih kecil dibanding wanita. Itu artinya, wanita cenderung mudah menghubungkan antara perasaan dan pikirannya. Dalam bahasa sederhana, wanita memutuskan lewat jalan tol untuk menghubungkan antara perasaan mereka dengan percakapan, sedang pria cenderung memilih lewat gang-gang sempit dengan banyak rambu stop, berbelit-belit, tak praktis.
Kuatnya koneksi antara bagian-bagian otak yang berlainan itu rupanya yang lalu mampu memunculkan kemampuan wanita dalam hal multitasking. Dalam satu waktu, mereka mampu berpikir, mengingat, merasa dan mendengar serta merencanakan suatu hal secara bersamaan. Mungkin inilah yang lalu membuat saya bisa cepat menulis dan mengedit sambil mendengarkan musik. Aneh saja, karena tanpa musik, ide menulis saya mampet tak ingin keluar.

Sedang kerja otak pria sangat terspesialisasi, hanya mengandalkan satu belahan otak untuk melakukan suatu pekerjaan. Otak wanita malah lebih mampu bekerja secara simultan dengan kedua belahan otaknya untuk melakukan banyak hal. Perbedaan neurologis inilah yang membuat pria *termasuk pria saya* cenderung melakukan segala hal satu persatu. Fokus pada pekerjaan hingga lupa waktu, dan tak tepati janji makan malam dengan wanitanya. Hal inilah yang terkadang disalahartikan sebagian wanita sebagai sikap pelupa dan cuek pria. *tersindir tulisan sendiri* :D

Sebenarnya ketrampilan yang dimiliki wanita dalam hal multitasking ini selain terhubung dari sifat alami bawaan sejak lahir (nature), bahwa corpus collosum wanita nyata-nyata lebih luas daripada pria, yang memungkinkan wanita melakukan multitasking lebih efisien, ternyata juga disangkutkan dengan kebiasaan (nurture) yang berpengaruh serta imbas produk liberal berjudul kesetaraan gender.

Bahwa sudah menjadi kodratnya, wanita dituntut untuk menjalani hidupnya sebagai 'konco wingking' suami. Tuntutan profesi inilah yang lalu terasah wanita hingga memunculkan ketrampilan multitasking. Melakukan segala aktivitas di dapur, di kasur dan di sumur, mengasuh anak dan mengurus rumah plus keluarga, pun dinobatkan juga sebagai bendahara negara kecil bernama 'rumah tangga'.

Lalu karena kesetaraan gender yang diperjuangkan Kartini di masanya dulu, wanita yang telah menuntaskan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu lantas ingin menjajal kemampuan multitaskingnya dengan meminta hak. Mereka juga ingin berkarya dan mengaktualisasi diri, menjadi mandiri dan berdikari. Para wanita itu, termasuk saya lantas mencoba sedikit menggeser posisi tanpa berusaha meninggalkan posisinya semula. Tetap menjadi ibu dan istri yang loyal terhadap rumah tangga dan suami, tetapi juga menjadi pekerja wanita yang loyal terhadap karir dan perusahaan tempatnya bekerja.
Dan inilah yang lalu menjadi konsekuensi saya, seorang ibu rumah tangga merangkap pekerja wanita, dengan doble tugas. Dituntut untuk bisa bekerja multitasking. berbagi tubuh dan pikiran. Beruntungnya saya wanita, karena ketrampilan itu sudah bakat alam, karunia dari Tuhan yang harus disyukuri, dijalani sebaik-baiknya dengan tetap menunaikan kewajiban dan meminta hak tanpa melanggar batas-batas gender.

No comments:

Post a Comment