Saturday, January 02, 2010

Mimpi Si Badut

sebuah repost..

Teringat masa kecil dulu, bersama papa dan mobilnya mengelilingi kota, dan saya kerap melewati bangunan berdinding unik itu. Dinding bangunannya terlapis wallpaper bercorak, seperti batako bersusun, coklat kotak-kotak. Ya, coklat, seperti mata saya, warna yang lalu menjadi sangat favorit bagi saya.

Pada dinding atasnya tertempel gambar seorang pria plonthos tampak belakang sedang duduk dan membaca koran. Buat orang lain mungkin bangunan itu sama sekali tak berkesan, tapi tidak bagi saya.

Setelah beberapa tahun lamanya, masih setia berkendara dengan papa dan keluarga di malam minggu, saya tetaplah menaruh kagum pada gedung itu, berharap suatu saat saya bisa berada di sana, meski hanya sekedar menilik ke dalamnya, berkeliling dan melewati setiap koridor yang saya temui.

Waktu berlalu, kali ini mengambil rute lain. Acara berkeliling kota di malam minggu itu membawa saya melintasi sebuah bangunan. Berkebalikan dengan bangunan pertama yang membawa kesan mendalam, tapi tidak pada bangunan ini, tua dan dinding bangunannya mengelupas, tak terawat. Tak pernah terbersitpun berharap saya berada di dalam sana menghabiskan waktu. Tidak!!!

Ternyata makin saya berkata tidak, malah membawa saya makin dekat pada bangunan jelek itu. Inikah bagian dari rencana Tuhan yang jauh dari perkiraan saya? Sepertinya memang iya. Pada bangunan tua itulah Tuhan rupanya sedang menuntun arah hidup saya. Pada bangunan itulah, mimpi saya bermuara. Tentu saja Tuhan tak lantas meluluskan ingin dan mimpi saya begitu saja, Tuhan ingin saya berenang jauh, sekuat tenaga agar saya bisa menuju muara itu.

Inilah HarapNya, agar saya belajar berproses dari jatuh bangun merajut mimpi, merasakan dulu sakitnya ditempa baja setebal apapun itu. Saya, si badut itu sedang berupaya merombak diri dan finally dinyatakan lolos 'uji kelayakan'. Dibukakan jalanNya bagi saya untuk menggapai, meraih mimpi itu hingga begitu kuat saya menggenggamnya.

Kini, impian itu telah berada di tangan saya, berada di bangunan berdinding unik ini. Menjadi bagian di dalamnya. Apakah itu berarti mimpi saya berakhir? Belum kawan, mimpi saya belumlah berakhir. Muara yang mengarah pada laut belumlah saya renangi. Selama denyut jantung ini masih berdetak, dan kekuatan itu masih ada, antrian mimpi saya masih menunggu untuk diwujudkan.
Dan itu berarti saya harus bersiap diri lagi, kembali melewati jalan rintangan, penuh semak belukar, tikungan tajam, turunan bahkan tanjakan. Tentu saja saya butuh peta Tuhan, karena saya sama sekali tak kenal medan berikutnya. Jalan lain yang ditunjukkan Tuhan tak berarti menyesatkan, Dia lebih tahu jalan mana yang terbaik untuk saya lalui. Karena Dialah yang maha hebat, sang navigator yang akan menuntun saya berjalan, pada pencapaian mimpi-mimpi saya selanjutnya.
Pada bangunan unik berdinding lapis batako bersusun itu, di dalamnya saya sedang belajar menjadi seorang penulis dan sepertinya Tuhan sedang mengarahkan jalan saya pada ranah ini agar ingin saya itu terjembatani :)

No comments:

Post a Comment